Sebuah perahu membawa penumpang sedang menyusuri area Telaga Jonge di Kalurahan Pacarejo, Semanu. Foto diambil Selasa (21/12/2022) - Harian Jogja/David Kurniawan\\r\\n\\r\\n
Harianjogja.com, JOGJA— Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, Bobby Ardiyanto Setyo Aji, menilai sektor pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta perlu melakukan transformasi besar jika ingin bersaing di tingkat global.
Menurutnya, potensi budaya, alam, dan ekonomi kreatif DIY belum sepenuhnya diolah menjadi kekuatan kompetitif karena terkendala kualitas sumber daya manusia (SDM) dan standar layanan yang belum merata.
“Tantangan utama yang kita hadapi adalah kualitas sumber daya manusia. Kemampuan bahasa asing dan keterampilan hospitality masih terbatas,” ujar Bobby dalam pembahasan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) DIY 2026–2045 di DPRD DIY, Senin (10/11/2025).
Bobby menilai, peningkatan kualitas SDM pariwisata harus diiringi dengan penerapan regulasi yang mendorong profesionalisme, termasuk implementasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Kepramuwisataan.
“Perda ini sebenarnya bentuk dorongan agar pelaku wisata keluar dari zona nyaman. Kalau tidak dipaksa lewat regulasi, kita akan terus tertinggal,” katanya.
Ia mencontohkan, kebutuhan pramuwisata berbahasa asing kini meningkat, tetapi jumlah pemandu yang menguasai bahasa seperti Spanyol, Italia, Prancis, dan Belanda masih sangat terbatas.
Ketidakseimbangan ini membuat biaya jasa pramuwisata menjadi tinggi dan membatasi pertumbuhan pasar wisatawan mancanegara.
Selain itu, Bobby juga menyoroti belum meratanya pelatihan dan sertifikasi profesi di seluruh kabupaten dan kota di DIY. Program peningkatan kapasitas tenaga kerja wisata disebut belum sepenuhnya menjangkau daerah pinggiran.
“Masih sedikit tenaga profesional yang bersertifikat internasional, padahal ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing,” ujarnya.
Dari sisi infrastruktur dan aksesibilitas, Bobby menilai sistem transportasi menuju destinasi wisata di DIY masih belum terintegrasi dengan baik. Fasilitas publik seperti toilet, rest area, hingga petunjuk jalan multibahasa juga masih terbatas.
Ia menambahkan, akses digital dan informasi wisata yang ramah bagi wisatawan asing perlu diperluas agar pengalaman wisata di Jogja semakin mudah dan inklusif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News















































