Hiu paus 5,2 meter ditemukan mati terdampar di Pantai Puncu Purworejo. Nekropsi dilakukan, diduga ada indikasi toksikasi. Kasus terdampar meningkat di selatan Jawa. - Antara.
Harianjogja.com, PURWOREJO—Seekor hiu paus jantan sepanjang 5,2 meter ditemukan mati terdampar di Pantai Pasir Puncu, Ngombol, Purworejo, Senin (8/12), setelah sehari sebelumnya sempat terdampar dalam kondisi lemah.
Tim gabungan dari DLHP Purworejo, LPSPL Serang Wilker Yogyakarta, hingga dokter hewan segera melakukan nekropsi untuk mencari penyebab kematian. Meski tidak ditemukan luka signifikan, isi lambung yang penuh udang rebon memicu dugaan awal adanya indikasi toksikasi.
Data LPSPL menunjukkan kasus hiu paus terdampar di selatan Jawa meningkat dalam tiga tahun terakhir, dengan puncak kejadian terjadi pada Oktober–November. Fenomena upwelling dan perubahan iklim disebut turut memengaruhi pergerakan satwa megafauna tersebut.
Dwi Suprapti dari Yayasan Sealife Indonesia saat dihubungi dari Semarang, Selasa, mengatakan saat ditemukan terdampar di pantai, spesies ikan dengan nama latin Rhincodon typus tersebut sudah dalam keadaan mati.
"Hiu paus merupakan ikan terbesar di dunia. Sejak tahun 2013, ikan dengan ciri khas totol putih pada kulit punggungnya itu dilindungi penuh di Indonesia melalui Keputusan Menteri KP No. 18/Kepmen-KP/2013, mengingat tren populasinya yang kian menurun," kata Dwi Suprapti.
Ikan tersebut sehari sebelumnya terlihat terdampar di Pantai Roro Inten, Desa Pagak, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Minggu (7/12) sekitar pukul 05.00 WIB.
Berdasarkan keterangan warga, hiu paus tersebut dalam kondisi lemas. Warga yang melihat pun belum sempat melakukan evakuasi, sampai pada akhirnya hiu paus tersebut terseret kembali ke laut.
Keesokan harinya, sekitar pukul 05.15 WIB, hiu paus kembali terdampar sekitar 500 meter dari lokasi sebelumnya, namun kali ini dalam kondisi tidak bernyawa.
Dwi menduga hiu paus yang terdampar dua kali di Purworejo tersebut merupakan individu yang sama dengan hiu paus yang terdampar di Pantai Cemoro Sewu, dua hari sebelumnya, tepatnya 6 Desember 2025.
Saat itu, hiu paus masih dalam kondisi hidup namun terlihat lemah. Meskipun demikian, tim gabungan yang terdiri dari Satlinmas Rescue Istimewa Wilayah Operasi III, Polairud Polda DIY, dan warga, berhasil mendorong ke laut.
Mengingat kondisi kesehatannya yang kurang baik, diduga hiu paus tersebut beberapa kali terdampar dan terseret arus ke arah barat dan akhirnya ditemukan terdampar mati di Pantai Puncu, Purworejo, Jawa Tengah. Bangkai hiu paus itu pertama kali ditemukan oleh seorang nelayan yang hendak melaut.
Kejadian tersebut kemudian dilaporkan ke pemerintah desa setempat dan diteruskan ke Pos AL Purworejo, Polsek Ngombol, Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Purworejo, serta LPSPL Serang Wilayah Kerja Yogkyakarta.
Tim dari berbagai instansi itu langsung bergerak cepat menuju lokasi, termasuk dokter hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Purworejo dan dokter hewan dari Yayasan Sealife Indonesia.
"Ikan ini beratnya sekitar 1 ton, untuk memindahkannya menggunakan satu alat berat milik Dinas PUPR Purworejo ke area vegetasi pantai untuk dikubur," ujarnya.
Sebelum dikubur, bangkai ikan tersebut di nekropsi atau dibedah, untuk mengetahui penyebab kematiannya. Berdasarkan pemeriksaan fisik eksternal, tidak ditemukan luka signifikan pada tubuh hiu paus selain bekas luka melepuh pada ekor bagian bawah.
“Secara umum, kondisinya sudah kode 3 artinya bangkai mulai membusuk (moderate decomposition). Diperkirakan hiu paus ini mati lebih dari 24 jam. Namun, masih dapat dilakukan nekropsi meskipun banyak jaringan yang diduga sudah mengalami autolisis," ujar Dwi.
Demikian juga hasil pemeriksaan organ dalam tubuh hiu paus secara makroskopis, tidak ditemukan adanya tanda-tanda mencurigakan. Namun, saat membuka bagian lambung, ditemukan penuh makanan berupa kumpulan udang kecil (udang rebon) dan belum tercerna.
Dwi mengambil sampel isi lambung tersebut untuk dilakukan kimia analisis dan/atau uji toksikologi, sebab kecenderungan sementara kematian hiu paus ini terindikasi ke arah toksikasi. Namun untuk lebih lanjut masih menunggu hasil pengujian laboratorium.
Berdasarkan data LPSPL Serang Wilker Yogyakarta, selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2022-2025), tercatat sebanyak 24 kali antara lain 2 Pandeglang, 1 Lebak, 7 Ciilacap, 4 Kebumen, 4 Kulonprogo, 1 Bantul, dan 3 Purworejo.
“Data kami menunjukkan hiu paus terdampar dominasi terjadi pada bulan September hingga Februari dengan puncak jumlah tertinggi pada bulan Oktober dan November, meskipun juga beberapa terjadi di bulan Juni dan Agustus,” kata LPSPL Serang Wilker Yogyakarta, Budi Raharjo.
Menurutnya, keterdamparan hiu paus sebagai megafauna juga dapat dikaitkan dengan keterdamparan mamalia laut dimana pada tahun 2025 telah terjadi 4 kali.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Purworejo, Wiyoto Harjono, mengatakan, hingga saat ini sudah terjadi empat kejadian, termasuk di Pantai Pasir Puncu ini. Penyebab pasti kematian hiu paus masih memerlukan kajian ilmiah lanjutan. Namun, faktor lingkungan dapat berperan besar.
Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Mochamad Iqbal Herwata Putra mengatakan, berdasarkan publikasi terkait ‘Satu dekade hiu paus terdampar di Indonesia’, menunjukkan peningkatan kejadian keterdamparan hiu paus selama lima tahun terakhir ini, dan selatan Jawa menjadi pusat dari kejadian-kejadian hiu paus terdampar ini.
“Wilayah selatan Jawa menjadi pusat keterdamparan hiu paus, terutama pada periode puncaknya di kuartal empat setiap tahun. Pada periode ini, terjadi fenomena oseanografi berupa upwelling yang ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut dan peningkatan produktivitas perairan, sehingga menarik hiu paus untuk mencari makan,” kata Iqbal.
Namun di sisi lain, lanjut Iqbal, perubahan iklim dapat menggeser distribusi mangsa hiu paus, memicu cuaca tidak menentu, angin kencang, dan gelombang tinggi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terhadap kesehatan hiu paus.
“Karena itu, informasi mengenai waktu dan lokasi yang kami identifikasi dalam studi ini dapat menjadi panduan bagi pemerintah untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan merespons kejadian keterdamparan secara lebih efektif.” katanya.
Menurut Iqbal, selain faktor alamiah, ancaman antropogenik seperti by-catch, tertabrak kapal, dan pencemaran perairan turut menjadi penyebab kejadian terdampar pada hiu paus. Salah satunya adalah kejadian hiu paus yang terdampar di Kebumen telah terbukti mengalami keracunan logam berat dan senyawa racun akibat pencemaran limbah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara














































