Ahli UGM: Macan Tutul Jawa di Ambang Krisis Populasi

2 hours ago 2

 Macan Tutul Jawa di Ambang Krisis Populasi Macan Tutul Jawa - Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Menlhk

Harianjogja.com, SLEMAN—Status kritis macan tutul Jawa menandai urgensi perlindungan habitat dan penegakan hukum yang lebih kuat untuk menyelamatkan satwa endemik tersebut. Satwa endemik ini semakin terdesak akibat konversi lahan, perburuan, konflik dengan manusia, hingga menurunnya ketersediaan mangsa.

Dosen Fakultas Biologi UGM yang juga ahli DNA forensik satwa liar, Dwi Sendi Priyono berpendapat penurunan populasi macan tutul Jawa tidak bisa lagi dipandang sebagai fenomena biasa. Status endemik dan populasi yang kecil, membuat spesies macan tutul Jawa kata Sendi sangat rentan terhadap gangguan demografis, genetik, hingga tekanan manusia. 

"Pendekatan respons yang integratif, mulai dari perlindungan habitat, mitigasi konflik, penegakan hukum, keterlibatan masyarakat, serta pemantauan ilmiah, diperlukan segera untuk mencegah penurunan lebih lanjut dan potensi kepunahan lokal," kata Sendi pada Selasa (24/11/2025).

Sendi mengatakan populasi macan tutul Jawa diperkirakan hanya sekitar 319 individu dengan jumlah kurang dari 50 ekor macan dewasa. Kondisi macan tutul Jawa kian rumit karena satwa tersebut juga ditemukan di wilayah non-kawasan lindung yang membuat distribusinya bersifat mosaik. 

Pendataan populasi secara akurat masih menjadi tantangan karena sifatnya yang elusif. Dia mengatakan saat ini Java-Wide Leopard Survey (JWLS) sebuah survei komprehensif menggunakan camera trap dan analisis genetik. "Itu merupakan metode pemantauan yang komprehensif," ujarnya.

Sejumlah faktor utama yang mempercepat keterancaman satwa ini disebut Sendi salah satunya karena hilangnya habitat akibat konversi lahan. Selain itu konflik manusia dengan satwa hingga perburuan ilegal dan perdagangan yang melibatkan bagian tubuh karnivora tersebut juga berpengaruh pada keterancaman satwa ini. 

Jika penurunan populasi mangsa juga menjadi ancaman serius, mengingat beberapa satwa mangsa seperti babi hutan turut terdampak wabah African Swine Fever (ASF).  "Faktor lain adalah penurunan ketersediaan mangsa karena overhunting atau wabah penyakit pada spesies mangsa," tandasnya.

Untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, Sendi menilai strategi konservasi yang paling efektif melalui pendekatan In Situ pada skala lansekap mengingat macan tutul Jawa hidup berdampingan dengan manusia. Upaya ini perlu dilakukan dengan melindungi patch habitat kunci, memperkuat jejaring kawasan lindung, serta mengelola wilayah non-lindung agar tetap fungsional sebagai habitat satwa liar. 

Dia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas penegakan hukum, monitoring ilmiah dan perencanaan berbasis sains. "Jadi, strategi konservasi In Situ diutamakan, Ex Situ sebagai pilihan pelengkap jika diperlukan," katanya.

Penyelamatan macan tutul Jawa membutuhkan pendekatan konservasi yang multisektoral dan berjangka panjang. Kolaborasi akademisi, penegak hukum, pengelola kawasan, dan masyarakat dipandang penting untuk mencegah kepunahan predator paling ikonik di Jawa tersebut. 

"Karnivora terbesar Pulau Jawa ini jangan sampai punah seperti harimau Jawa atau harimau bali yang kini tidak dapat lagi kita saksikan secara langsung sebagai salah satu kado alam untuk Indonesia," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|