Bahaya Etilen Oksida Pada Tubuh dan Heboh Indomie Soto Banjar

2 hours ago 5

Harianjogja.com, JOGJA—Indomie rasa Soto Banjar Kulit Limau dilaporkan mengandung etilen oksida oleh Food and Drugs Administration (FDA) Taiwan. Sehingga produk tersebut dilarang beredar di negaranya. Lalu apa bahaya etilen oksida?

Etilen oksida merupakan gas tidak berwarna. Biasanya diproduksi dalam jumlah besar di beberapa fasilitas manufaktur kimia. Di Amerika Serikat (AS) biasanya digunakan untuk membuat bahan kimia lain untuk membuat berbagai produk, termasuk antibeku, tekstil, plastik, deterjen, dan perekat.

Pemanfaatan lainnya untuk mensterilkan peralatan yang tidak bisa disterilkan dengan uap atau radiasi. Misalnya peralatan medis dan peralatan dokter gigi. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sekitar 50 persen peralatan medis dibersihkan menggunakan etilen oksida, sekitar 20 miliar setiap tahun.

Ketika etilen oksida diproduksi atau digunakan, mungkin ada yang terlepas ke udara atau air. Saat masuk ke air etilen oksida tidak mudah diserap oleh sedimen atau tanah. Paling umum orang terpapar karena menghirupnya.

Jika bekerja di tempat produksi atau yang menggunakan etilen oksida seperti pabrik kimia, sterilisator komersial, atau rumah sakit, maka potensi paparannya lebih tinggi.

Potensi paparan juga mengintai penduduk di sekitarnya. Informasi mengenai kadar etilen oksida di tempat pembuangan limbahnya terbatas, sehingga menyulitkan untuk menentukan seberapa besar kemungkinan orang terpapar.

BACA JUGA: Parah! Anggota Polda Riau Brigadir AS Edarkan Sabu 1 Kilogram

Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan area di sekitar fasilitas yang melepaskan langsung etilen oksida dampak ke kesehatannya tidak secara langsung. Paparan dalam jumlah tinggi bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, kelelahan, iritasi pernapasan seperti batuk dan sesak. Di beberapa kasus bisa sampai muntah hingga gangguan gastrointestinal lain.

Adapun paparan etilen oksida jangka panjang bisa menyebabkan dampak berbahaya bagi kesehatan manusia, di mana etilen oksida merupakan karsinogenik. Secara ilmiah, paparan rutin selama bertahun-tahun meningkatkan risiko kanker. Seperti limfoma non-hodgkin, mieloma, dan leukemia limfositik. Studi juga menyebut paparan jangka panjang meningkatkan risiko kanker payudara pada wanita.

Setiap orang yang terpapar, resikonya tidak sama, tergantung seberapa lama, berapa banyak, jarak, dan lainnya. Kemungkinan anak-anak lebih rentan pada paparan etilen oksida. Sebab mereka masih dalam proses pertumbuhan. Sifatnya yang mutagenik bisa merusak DNA. Seiring dengan tumbuh kembang anak, mereka akan lebih rentan pada efek bahaya yang disebabkan oleh bahan kimia.

Secara umum orang yang bekerja di industri kimia, farmasi, hingga tekstil punya risiko tinggi terpapar etanol oksida yang digunakan sebagai bahan baku produksi. Bagi masyarakat umum paparan gas ini terjadi saat seseorang mengkonsumsi produk makanan atau minuman tertentu. Misalnya rempah-rempah, teh, dan kopi.

Etilen oksida pada makanan bisa jadi berasal dari residu pestisida dalam bahan baku. Di mana gas ini berfungsi untuk pengawet, mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Paparan juga bisa terjadi saat menghirup asap rokok.

Menghindari Etilen Oksida

Larangan penggunaan etilen oksida sudah diberlakukan di beberapa negara. Produk yang terkontaminasi dengan etilen oksida dan berisiko tinggi pada kesehatan ditarik. Untuk menghindari bahan kimia ini beberapa langkah bisa dilakukan.

Misalnya saat membeli produk makanan ataupun minuman usahakan baca label kemasan produk tersebut dengan cermat. Memastikan tidak ada bahan kimia berbahaya seperti etilen oksida. Badan POM RI menganjurkan untuk cek kemasan, label, izin edar, dan kadaluarsa. Sehingga terhindar dari produk makanan berbahaya dan tidak memenuhi syarat.

Kemudian hindari makanan yang diproses secara berlebihan atau biasa dikenal dengan ultra processed food. Makanan jenis ini cenderung lebih mudah terkontaminasi etilen oksida. Anda bisa mencoba membatasi atau menghindarinya, misalnya makanan olahan, camilan, dan minuman ringan.

Memasak makanan dengan benar juga menjadi langkah mengurangi paparan etilen oksida. Cuci bahan-bahan mentah seperti sayuran dan buah-buahan dengan air mengalir. Saat memasak juga perlu dipastikan suhunya tepat dan menggunakan teknik pengolahan yang aman.

Cara lainnya adalah dengan memilih produk makanan organik. Sebab produk organik diproses secara konvensional tanpa menggunakan bahan kimia, seperti pestisida buatan. Konsumsi makanan organik juga lebih bermanfaat karena mengandung lebih banyak vitamin dan antioksidan yang penting untuk tubuh.

Kandungan etilen oksida pada makanan yang masuk ke dalam tubuh tentu berbahaya, apalagi dengan jumlah berlebihan. Apabila merasakan gejala mencurigakan segera hubungi dokter atau cari pertolongan medis darurat.

Paparan etilen oksida bisa meningkatkan risiko kanker baik dari udara dan makanan. Serta merusak mutasi genetik pada pada DNA sehingga meningkatkan risiko kanker. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan etilen oksida sebagai bahan kimia yang paparannya berpotensi menjadi karsinogen bagi tubuh manusia.

BACA JUGA: Kerusuhan di Den Hag, 30 Orang Ditangkap

Sementara National Cancer Institute menyebut paparan bahan kimia berbahaya ini bisa meningkatkan risiko jenis kanker tertentu, khususnya limfoma dan leukemia. Limfoma merupakan jenis kanker darah yang berkembang pada sel darah putih, sedangkan leukemia merupakan kanker yang memengaruhi darah dan sumsum tulang belakang.

Selain itu, kanker perut dan payudara pada wanita juga terkait dengan paparan gas etilen oksida. Gangguan lainnya selain kanker adalah pada saraf, organ reproduksi, dan sistem kekebalan tubuh.

Taiwan Melarang Indomie Soto Banjar

Mi instan Indomie Soto Banjar Kulit Limau dilaporkan mengandung etilen oksida oleh otoritas Taiwan. Food and Drugs Administration (FDA) Taiwan melarang peredaran produk impor ini di negaranya. Otoritas Taiwan telah melakukan inspeksi melalui metode uji untuk penentuan etilen oksida dan produk reaksinya, 2-kloroetanol dalam makanan.  

FDA menemukan alasan ketidakpatuhan dalam produk mi instan itu dan jumlah yang terdeteksi. Adapun, batch Indomie yang diuji memiliki batas kadaluarsa 19 Maret 2026 Mi Instan Rasa Soto Banjar Limau Kulit yang diekspor ke Taiwan disebut terdeteksi memiliki kandungan pestisida etilen oksida yang ada dalam bungkus bubuk penyedap sebesar 0,1 mg/kg.

Merujuk pada standar jumlah yang dapat ditoleransi untuk residu pestisida, kandungan etilen oksida tidak boleh terdeteksi dan harus berada di bawah batas kuantitatif 0,1 mg/kg yang ditentukan dalam metode deteksi. "Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Keamanan Pangan dan Sanitasi," tulis laporan FDA

Adapun, produk mi instan varian tersebut diimpor oleh Wanchuan Industrial Co., Ltd. dan diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Dalam hal ini, produk yang tidak sesuai dengan regulasi yang tercantum dalam dokumen tersebut akan dikembalikan atau dimusnahkan sebagaimana aturan berlaku di negara tersebut.  

Centre for Food Safety (CFS) Taiwan juga tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait distribusi produk dengan tujuan ke otoritas di Hong Kong. CFS telah memberikan informasi ke otoritas di Hong Kong dan langsung meminta masyarakat untuk tidak mengkonsumsi produk Indomie rasa Soto Banjar Limau Kulit dengan batch yang tertera sebelumnya.

Jamin Aman

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) memastikan produk mi instan Indomie Soto Banjar Limau Kulit di Taiwan telah memenuhi standar pangan yang berlaku. Sekretaris Perusahaan Indofood CBP Sukses Makmur Gideon A. Putro mengatakan seluruh mi yang diproduksi perusahaan telah memenuhi standar keamanan makanan yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).  

Perusahaan juga memastikan seluruh produk patuh pada regulasi keselamatan makanan, serta standar yang berlaku di negara-negara produk mi instan ICBP dipasarkan. "Mi instan perusahaan telah mendapatkan sertifikasi SNI dan diproduksi dengan menggunakan fasilitas yang memenuhi standar internasional ISO 22000 atau FSSC 22000 untuk Sistem Pengelolaan Keamanan Makanan," ujarnya.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar menegaskan produk mi instan berasal dari Indonesia yang ditemukan mengandung etilen oksida melebihi ambang batas oleh otoritas Taiwan bukan produk ekspor resmi Indonesia.

"Harus saya klarifikasi bahwa menurut kami, kami sudah panggil (perwakilan) dari Indofood, bahwa itu bukan distribusi yang sifatnya ekspor dari Indonesia. Itu mungkin barang bawaan yang ada di sana," katanya.

Ia menjelaskan standar global Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Asosiasi Pangan Dunia (WFA) mengizinkan batas maksimal penggunaan etilen oksida pada makanan paling banyak 0,1 miligram per kilogram (0,1mg/kg). Menurutnya Indonesia mengikuti standar global tersebut.

Dia menjelaskan beberapa negara ada yag mentoleransi sampai 0,7 mg/kg. Sehingga selama di bawah itu masih diperbolehkan. Tapi ada beberapa negara yang menginginkan nol etilen oksida. "Salah satunya adalah Taiwan," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan di Taiwan sebenarnya bukan diperdagangkan akan tetapi dibawa oleh orang."Tapi apapun namanya, ini menjadi atensi kita, atensi Badan POM."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|