BPIP Gelar Literasi Pancasila dan Kebangkitan Republik di UNY

7 hours ago 1

BPIP Gelar Literasi Pancasila dan Kebangkitan Republik di UNY Suasana kegiatan "Literasi Pancasila dan Kebangkitan Republik" yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar pada Kamis (23/10/2025) - Harian Jogja/Catur Dwi Janati


SLEMAN—Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar kegiatan "Literasi Pancasila dan Kebangkitan Republik" dengan tema Penguatan Relawan Gerakan Kebajikan Pancasila bagi Masyarakat. Tak melulu kognitif, para peserta yang sebagian besar mahasiswa diajak untuk mengenal hal-hal praksis dalam penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan yang digelar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tersebut menghadirkan Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya, Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP Toto Purbiyanto, dan Direktur Pengkajian Implementasi BPIP Irene Camelyn Sinaga. Acara ini banyak diikuti peserta dari unsur mahasiswa dan generasi muda.

Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menilai perlu adanya pembaruan dalam metodologi. Menurutnya, edukasi Pancasila saja tidak cukup, tetapi perlu metode yang meningkatkan praksis Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

"Pembaruan metodologis, edukasi saja enggak cukup. Edukasi itu boleh dibilang kita berefleksi dulu PMP ada, bahkan sekarang mata pelajaran agama masih ada. Dia dapat nilai A atau 10 di agama, tapi kan tidak terkonfirmasi dalam praktiknya," tutur Aditya di Gedung Fakultas Kedokteran UNY, Kamis (23/10/2025).

Willy berpendapat kegiatan harus beralih dari sosialisasi dan edukasi ke arah literasi dan praksis. Pendekatan Pancasila dalam praksis sehari-hari harus diterapkan secara day-to-day atau dari hari ke hari.

"Dari sosialisasi, edukasi, berubah ke literasi dan kemudian praksis day-to-day. Itu yang dibutuhkan oleh Pancasila. Kenapa, Pancasila itu induktif," ungkapnya.

Untuk Yogyakarta, Willy mengusulkan pembangunan Asrama Nusantara. Gambarannya, asrama ini menampung mahasiswa dari latar belakang daerah mana pun dan dari kampus mana pun.

Harapannya, dengan tinggal bersama di Asrama Nusantara tidak ada sekat-sekat yang tercipta. Para pemuda dari beragam daerah bisa berkumpul di asrama yang sama.

"Kita butuh di Jogja, Asrama Nusantara," ujarnya.

Selain itu, Willy juga mengusulkan pembuatan skripsi kolektif. Selama ini dia melihat tradisi penulisan dilakukan secara individu. Padahal, jika riset dikerjakan bersama-sama dan fokus, kesimpulan yang dihasilkan bisa bernas dan punya daya tawar yang kuat.

"Coba bayangkan satu angkatan 100 orang. Sekarang kita lagi memperbaiki sistem politik kita. Mereka riset, fokus tentang itu. Keputusannya bernas, daya tawarnya kuat. Kita butuh hal-hal yang seperti ini," ujarnya.

Di usia dini, banyak perilaku Pancasila yang bisa diajarkan dalam praksis sehari-hari. Willy menyinggung soal perilaku pengelolaan sampah yang baik sejak dini.

Perilaku baik yang diajarkan sejak dini diharapkan melekat terus kepada anak saat mereka tumbuh dan berkembang. Dia mengatakan perilaku tidak terbentuk begitu saja, melainkan diajarkan perlahan secara day-to-day atau hari ke hari.

"Sekarang kan darurat sampah semua kan, karena kita tidak terbiasa memisahkan sampah dari rumah tangga. Kenapa? Karena kita jejali orang secara kognitif. Praktiknya enggak ketemu, enggak terkonfirmasi," ujarnya.

"Itu harian, day-to-day, harus dengan kesabaran. Enggak ada sebuah hal yang beradab itu ujuk-ujuk, enggak ada," imbuhnya.

Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP Toto Purbiyanto menjelaskan, melalui acara semacam ini generasi muda diajak untuk membicarakan Pancasila dengan cara mereka. Di era digital, generasi muda bisa berbicara Pancasila dengan gawainya.

"Kami ajak untuk bagaimana mereka itu dapat bicara Pancasila dengan cara mereka. Tentu sekarang dengan era disrupsi, globalisasi, segala macam yang sangat terbuka hubungannya kan pakai gawai, pakai medsos, pakai internet semua," ujarnya.

Harapan Toto, mahasiswa yang punya kreativitas dan ide bisa membicarakan tentang gotong royong, toleransi, maupun kebajikan dengan cara mereka di media sosial. Senada dengan Willy, Toto mengatakan masyarakat jangan hanya diajari kognitif saja, tetapi juga bentuk-bentuk praktik.

Toto mengatakan praktik biasanya menggunakan contoh. Sementara contoh akan menempel bila secara nyata dan langsung bisa dilakukan.

Toto mencontohkan generasi muda bisa membuat konten di media sosial berupa ajakan untuk membantu atau peduli terhadap sesama. Dengan gawai, generasi muda juga bisa berbicara Pancasila dengan mengajak untuk menjaga lingkungan atau mengolah sampah.

"Ngomong lingkungan saja, ngomongin sampah saja, itu sudah Pancasila. Tidak mesti harus Pancasila yang menghafal lima sila, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, enggak seperti itu. Tapi lebih ke praktik," tandasnya. (Advertorial)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|