Dikaji Ulang, Izin Usaha Reklame Bantul Terkendala Aturan Pertanahan

3 hours ago 1

Dikaji Ulang, Izin Usaha Reklame Bantul Terkendala Aturan Pertanahan Sebuah papan reklame yang diduga tidak berizin berdiri di Jalan Parangtritis KM 6,5, Sewon, Bantul, Rabu (22/10/2025). Pemkab Bantul bersama DPRD setempat berencana mengkaji ulang regulasi iklan luar ruang yang diatur dalam Perda No. No. 10/2020 tentang Penyelenggaraan Reklame agar lebih adaptif. - Harian Jogja/Yosef Leon.

Harianjogja.com, BANTUL—Pemerintah Kabupaten Bantul berencana meninjau ulang aturan penyelenggaraan reklame. Pasalnya, banyak pelaku usaha reklame mengeluh soal proses perizinan yang rumit, terutama terkait status lahan yang masih berupa sawah atau tanah Sultan Ground (SG).

Penata Perizinan Ahli Madya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (DPMPT) Bantul, Ihwan Qomaru mengakui permasalahan perizinan teknis reklame menjadi sorotan beberapa waktu belakangan. Padahal di beberapa daerah seperti Kota Jogja, aturannya lebih luwes sehingga bisa memaksimalkan pendapatan daerah. 

“Animo pelaku usaha untuk menyelenggarakan reklame cukup tinggi di Bantul, tetapi mereka banyak terbentur aturan [terkait pertanahan]. Misalnya, lahan reklame yang masih berstatus sawah atau SG sehingga proses izin tidak bisa lanjut karena syarat tanah hak belum tuntas,” ujar Ihwan, Rabu (22/10/2025). 

Selama ini, di Bantul penyelenggara reklame dengan ukuran lebih dari empat meter persegi wajib mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) lebih dulu. Ketentuan ini dinilai lebih ketat dibanding Kota Jogja, yang baru mewajibkan izin serupa untuk reklame di atas delapan meter persegi.

“Di Bantul, bahkan reklame kecil pun sudah harus PBG. Nah, ini yang banyak dikeluhkan dan sedang kami kaji agar prosesnya lebih efisien,” kata Ihwan.

Ihwan menambahkan, sebagian besar titik reklame di Bantul juga berada di lahan pertanian dan tanah kas desa (TKD) atau jalan yang berstatus nasional. Akibatnya, selain harus memenuhi syarat teknis bangunan, pengusaha juga wajib mendapatkan izin tambahan dari instansi terkait lainnya maupun Gubernur DIY atau proses kekancingan bagi tanah SG.

Hal ini dinilainya menjadi salah satu tantangan investasi di sektor periklanan luar ruang. “Sementara di Kota Jogja, seluruh ruang milik jalan sudah jadi aset daerah, sehingga izin reklame cukup sewa ke Pemkot dan malah menambah pendapatan daerah,” katanya.

Data dari Sistem Informasi Manajemen Perizinan Online per 21 Oktober 2025 mencatat tren peningkatan izin reklame di Bantul cukup signifikan dan terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2023 terdapat 49 izin, 2024 66 izin dan 2025 sebanyak 99 izin. Hanya saja Ihwan mengakui sebagian reklame di lapangan masih belum memiliki izin lengkap.

Ketua Komisi B DPRD Bantul, Arif Haryanto menyebut, pihaknya siap meninjau Perda No. 10/2020 tentang Penyelenggaraan Reklame agar lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi dan kondisi lahan di Bantul.

“Perda ini sudah lima tahun berjalan. Banyak pasal yang perlu disesuaikan, termasuk soal klasifikasi lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang bisa mengunci lokasi reklame,” kata Arif.

Menurut Arif, tumpang tindih antara Perda Reklame dan Perda LP2B menciptakan jalan buntu dalam pengembangan titik reklame. “Kalau semangatnya sawah harus tetap sawah selamanya, ya reklame di situ otomatis tertutup. Namun di sisi lain, potensi ekonomi di kawasan strategis jadi tidak terserap,” ujarnya.

Arif menyebut, seharusnya aturan reklame memang harus disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi di lapangan, hanya saja menurutnya perlu waktu dan semangat yang sama antara pemerintah, pelaku usaha dan pihak terkait.

Sebab DPRD Bantul bersama Pemkab setempat baru saja membahas Perda pembebasan pajak bagi lahan sawah produktif yang sedikit banyak tentunya berpengaruh terhadap penyelenggaraan reklame terutama di kawasan persawahan. 

"Aturan tentu tidak bisa kaku. Perda harus melindungi ruang pertanian, tapi juga memberi ruang tumbuh bagi ekonomi lokal. Jangan sampai pengusaha mau berizin, tapi malah mentok di aturan yang saling bertentangan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|