REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Prasasti Piter Abdullah menilai regulasi tentang ojek daring atau ojek online (ojol) perlu berfokus pada upaya menjaga kestabilan dan keadilan ekosistem.
Dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (29/10/2025), Piter mengatakan survei yang dilakukan dua lembaga, yakni Tenggara Strategics dan Universitas Paramadina, menunjukkan para pengemudi (driver) lebih menginginkan aturan pengelolaan komisi yang dikembalikan dalam bentuk manfaat nyata, bukan sekadar besaran potongan komisi.
“Dengan kata lain, keadilan dalam ekosistem ride hailing terletak pada kualitas ekosistem, bukan sekadar persentase,” kata Piter.
Survei Tenggara Strategics yang melibatkan 1.052 pengemudi aktif di wilayah Jabodetabek pada September 2025 menemukan, 82 persen responden lebih memilih potongan komisi 20 persen dengan trafik pemesanan tinggi dibandingkan komisi 10 persen dengan permintaan rendah. Sebanyak 85 persen responden juga mengaku tidak keberatan dengan status “mitra” karena mereka lebih mementingkan fleksibilitas jam kerja.
Secara umum, survei tersebut menyimpulkan bahwa bagi pengemudi di wilayah metropolitan, kepastian pemesanan dan perlindungan tambahan lebih penting daripada sekadar potongan rendah. Hasil survei juga menunjukkan potongan kecil tanpa jaminan permintaan tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan.
Sementara itu, survei Paramadina terhadap 1.623 pengemudi di enam kota besar menunjukkan mayoritas responden lebih memilih potongan komisi 20 persen dengan insentif dan promo yang mampu mendongkrak permintaan, dibandingkan potongan 10 persen tanpa insentif.
Sebanyak 81 persen responden juga lebih mengutamakan stabilitas pendapatan harian dibandingkan margin keuntungan per order. Temuan tersebut menegaskan bahwa kepastian penghasilan melalui promo pelanggan, insentif, dan dukungan fasilitas lain lebih krusial bagi mayoritas pengemudi.
“Dua survei terbaru justru menegaskan satu pesan driver tidak sekadar menuntut potongan rendah, melainkan ekosistem yang stabil, adil, dan transparan. Mereka rela berbagi 20 persen selama aplikator memberikan order yang stabil, promo yang efektif, dan perlindungan nyata,” ujar Piter.
Piter menilai, hasil dua survei itu bisa menjadi titik temu antara aplikator, regulator, dan pengemudi. Aplikator dapat menjaga transparansi dan manfaat, pemerintah mengawal regulasi yang adil, dan pengemudi memahami posisi mereka sebagai mitra mandiri.
Jika jalan tengah ini dijalankan, kata Piter, industri digital Indonesia bukan hanya tumbuh besar, tetapi juga berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan.
“Saatnya tiga pihak aplikator, pemerintah, dan asosiasi driver duduk bersama merancang blueprint keberlanjutan ekosistem digital. Bukan dialog reaktif saat konflik muncul, tapi dialog proaktif untuk membangun standar industri yang berkelanjutan,” ujarnya.
Sebagai catatan, pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur sektor ojol. Pembahasan aturan tersebut telah mencapai tahap akhir dan hanya menyisakan beberapa hal teknis yang perlu disepakati dengan perusahaan aplikator.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan, perpres itu berfokus pada perlindungan terhadap mitra pengemudi, seperti jaminan sosial, jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kematian (JKM). Aturan tersebut juga diharapkan memberikan transparansi terkait hubungan kerja antara perusahaan dan mitra pengemudi.
Pemerintah menargetkan aturan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu dekat dan berpotensi rampung sebelum akhir tahun ini.
sumber : Antara

12 hours ago
1















































