Kala Pemberontakan Tarekat Naqsyabandiyah Guncang Belanda di Banten

3 hours ago 1

Jamaah Tarekat Naqsabandiyah Al Kholidiyah Jalaliyah bersalaman usai melaksanakan sholat Idul Fitri di Masjid Rumah Suluk Darussalam, Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/4/2024). Rumah Suluk Darussalam yang merupakan pusat Tarekat Naqsabandiyah se-Pulau Jawa tersebut menggelar sholat Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah berdasarkan hasil penghitungan pergantian bulan menggunakan metode hisab qomariah yang telah digunakan secara turun temurun.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten yang dikuasai pemerintah kolonial Belanda dilanda pemberontakan. Penjajah terkejut karena para kiai dan haji memimpin pemberontakan tersebut.

Antropolog asal Belanda, Martin van Bruinessen dalam bukunya The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia, menjelaskan pemberontakan petani di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda seringkali disertai harapan yang mesianistik. Hal ini memang sudah biasa terjadi di Pulau Jawa terutama dalam abad ke-19, dan Banten merupakan salah satu daerah yang sering muncul pemberontakan. 

Akan tetapi, pemberontakan yang terjadi pada Juli 1888 di wilayah Anyer lebih mengguncang Belanda daripada pemberontakan lainnya. Belanda tidak terlalu sulit melakukan penumpasan terhadap pemberontak, tetapi skala pemberontakan tersebut sangat memprihatinkan. 

Ternyata tidak sedikit pemimpin pemberontakan itu adalah para kiai dan haji. Hal inilah yang membuat pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian khusus terhadap pemberontakan di Banten. 

Dalam benak pemerintah kolonial Belanda, muncul pertanyaan, apakah yang terjadi di Banten adalah pemberontakan kaum beragama (rakyat yang beragama Islam) melawan penguasa kafir (pemerintah kolonial Belanda).

Pemerintah Hindia Belanda berpikir waspada, apakah mungkin pemberontakan di Banten tersebut baru pendahuluan saja dari sebuah gerakan fanatik yang lebih massal untuk mendepak keluar orang-orang kafir? 

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|