Kejaksaan Berpotensi Periksa Bupati Harda Terkait Dana Hibah Pariwisata

2 hours ago 1

Kejaksaan Berpotensi Periksa Bupati Harda Terkait Dana Hibah Pariwisata Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto, sedang menyampaikan potensi pemanggilan saksi lama atas perkara dugaan korupsi dana hibah pariwisata di kantornya, Rabu (1/10/2025). - Harian Jogja/Andreas Yuda Pramono.

Harianjogja.com, SLEMAN—Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman terus mendalami kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata 2020 di Kabupaten Sleman. Setelah menetapkan Bupati Sleman periode 2010–2015 dan 2016–2021 sebagai tersangka, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain.

Kejari pun berpotensi kembali memeriksa sejumlah saksi, termasuk mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman, Harda Kiswaya yang saat ini menjabat sebagai Bupati Sleman.

Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto, mengatakan Harda Kiswaya pernah diperiksa sebagai saksi sebanyak satu kali pada 14 April 2025 dengan kapasitasnya sebagai Sekda.

Ada banyak kemungkinan atas berjalannya penyidikan kasus ini. Bukan hanya Harda, Bambang menyampaikan saksi-saksi lain juga berpotensi diperiksa kembali. Ada sekitar 300 saksi yang telah diperiksa ketika proses penyelidikan dan penyidikan berjalan selama ini.

BACA JUGA: Pasokan BBM Tak Terganggu Pascakebakaran di Kilang Minyak Dumai

“Pendalaman masih kami lakukan, fakta-fakta baru terus kami cari juga. Kami tidak menutup kemungkinan akan memanggil saksi yang pernah kami periksa [termasuk Harda Kiswaya], tergantung bagaimana penyidik menghimpun keterangan dari para saksi,” kata Bambang ditemui di kantornya, Rabu (1/10/2025) sore.

Menurutnya pemeriksaan saksi perlu dipahami sebagai upaya Kejari Sleman dalam memperjelas perkara dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang mencuat sejak 2022, meski dugaan korupsi terjadi pada 2020.

Bukan hanya Harda, salah satu saksi yang pernah diperiksa berinsiial RA pada Kamis (12/12/2024). RAdiperiksa bukan dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD Sleman ketika itu. Dia diperiksa sebagai pribadi yang dianggap mengetahui perkara yang membuat ayahnya SP ditetap menjadi tersangka.

Bambang mengatakan ada kemungkinan pemanggilan saksi baru. Ditanya kapan pelimpahan ke tahap dua perkara ini, dia belum bisa menyampaikan. Kejari Sleman perlu cermat untuk menuntaskan perkara ini dari hulu ke hilir.

Saat diminta konfirmasi Bupati Sleman, Harda Kiswaya, mengatakan dia telah memberikan segala informasi dalam kapasitasnya sebagai Sekda Sleman ketika itu. Dia tidak ingin berspekulasi ihwal proses hukum yang sedang berjalan di Kejari Sleman.

Harda pun menerapkan proses ketat dalam menyusun Perbup 49/2020. Dia melibatkan anggota Kejari Sleman dan Polres Sleman untuk menyusunnya. Hal ini dia lakukan agar tidak terjadi persoalan di kemudian hari. Namun pada akhirnya justru menjerat SP.

“Saya jelas turut prihatin atas apa yang terjadi pada Pak SP. Ini jadi pembelajaran bagi saya sebagai Bupati agar lebih banyak belajar. Saya sudah kumpulkan teman-teman juga untuk ayo terus belajar perundang-undangan agar tidak ada masalah hukum di kemudian hari,” kata Harda.

Sebagai informasi, penetapan SP sebagai tersangka dilakukan pada Selasa (30/9/2025). Modus yang digunakan SP adalah melalui penerbitan Peraturan Bupati Nomor 49/2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata.

Perbup itu digunakan untuk mengatur alokasi hibah dan membuat penetapan penerima hibah pariwisata, yaitu kelompok masyarakat di sektor pariwisata di luar Desa Wisata dan Desa Rintisan Wisata. Perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan perjanjian hibah dan Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. KM/704/PL/07/02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020.

BACA JUGA: Meski Shutdown, Pemerintah AS Tetap Pungut Tarif Impor

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY kemudian mengeluarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman 2020. Laporan dengan Nomor PE.03/SR-1504/PW/12/5/2024 tanggal 12 Juni 2024, memuat kerugian keuangan negara sebesar Rp10,9 miliar.

SP dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, serta Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|