Ketika Diam Pun Berisiko: Belajar Bijak Memilih Jalan Hidup

4 hours ago 1
Dok. TOPURISDok. TOPURIS

TOPNEWS62.COM, BOGOR – Setiap manusia akan selalu dihadapkan pada berbagai pilihan hidup. Ada pilihan yang mudah dijalani, namun tak jarang pula yang rumit dan menyesakkan dada. Satu hal yang pasti: setiap keputusan membawa risiko. Bahkan ketika seseorang memilih untuk tidak melangkah, di situlah ia tetap menghadapi risiko yang berbeda. Hidup sejatinya adalah ruang ujian — setiap langkah menuntut pertimbangan, dan hanya mereka yang berilmu serta bertakwa yang mampu menapakinya dengan bijak.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, kecerdasan sejati bukan sekadar mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi kemampuan menimbang mana yang lebih baik di antara dua kebaikan, serta mana yang lebih ringan mudaratnya di antara dua keburukan. Inilah seni hidup seorang mukmin: menimbang maslahat dan mafsadat dengan cahaya ilmu dan bimbingan wahyu.

Allah ﷻ berfirman:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Ayat ini mengajarkan bahwa ketika dihadapkan pada banyak kebaikan, seorang mukmin diperintahkan untuk memilih yang paling utama — yang memberi manfaat terbesar bagi diri sendiri dan orang lain.

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menulis dalam kaidah fikihnya:

فَإِنْ تَزَاحَمَ عَدَدُ الْمَصَالِحِ يُقَدَّمُ الْأَعْلَى مِنَ الْمَصَالِحِ Apabila bertabrakan beberapa maslahat, dahulukan maslahat yang paling utama.

وَضِدُّهُ تَزَاحُمُ الْمَفَاسِدِ يُرْتَكَبُ الأَدْنَى مِنَ الْمَفَاسِدِ Sebaliknya, jika bertabrakan dua mafsadat, pilihlah keburukan yang paling ringan.

Kaidah ini amat relevan dalam kehidupan nyata. Seorang pemimpin, misalnya, sering kali harus mengambil keputusan sulit — memilih kebijakan yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan sementara, demi kemaslahatan jangka panjang. Itulah hakikat “memilih mudarat yang lebih ringan” agar terhindar dari kerusakan yang lebih besar.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Apabila aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syariat tidak menuntut manusia di luar batas kemampuannya. Ketika dua perkara sulit bertabrakan, pilihlah yang paling mungkin dilakukan dan paling banyak membawa manfaat.

Contohnya, Rasulullah ﷺ pernah menahan diri untuk tidak membongkar Ka’bah dan membangunnya kembali sesuai fondasi Nabi Ibrahim عليه السلام. Walau hal itu benar secara hukum, beliau menilai risikonya lebih besar karena dapat menimbulkan fitnah di tengah kaum Quraisy yang baru masuk Islam.

Allah ﷻ berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Maka bertakwalah kamu kepada Allah semampu kamu.” (QS. At-Taghabun: 16)

Ayat ini menegaskan bahwa takwa adalah kompas utama dalam menghadapi risiko. Bukan sekadar keberanian untuk memilih, tetapi keberanian untuk memilih dengan ilmu dan iman.

Orang yang cerdas bukanlah yang tak pernah salah, melainkan yang senantiasa menimbang akibat dari setiap keputusan. Mereka sadar bahwa diam pun berisiko, bergerak pun berisiko. Namun, mereka memilih langkah yang mendekatkan diri kepada ridha Allah, meski jalan itu penuh duri dan pengorbanan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ “Orang yang cerdas adalah yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Kecerdasan sejati bukan diukur dari kecepatan mengambil keputusan duniawi, tetapi dari seberapa dalam seseorang menimbangnya dalam timbangan akhirat.

Hidup ibarat jalan berliku penuh tanda peringatan. Setiap tikungan menyimpan potensi bahaya sekaligus peluang menuju kebaikan. Orang bijak tahu kapan harus melaju, kapan berhenti, dan kapan berbelok.

Karena itu, jangan pernah takut menghadapi risiko. Sebab menolak untuk memilih pun adalah sebuah pilihan — yang juga mengandung risiko tersendiri. Kuncinya adalah ilmu, doa, dan tawakal.

Rasulullah ﷺ mengajarkan doa istikharah, panduan bagi setiap hamba yang bimbang menentukan arah:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ... “Ya Allah, aku memohon pilihan yang baik kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon dari karunia-Mu yang agung...” (HR. Bukhari)

Doa ini adalah bekal menghadapi persimpangan hidup. Seorang mukmin sadar bahwa setiap langkah membawa risiko, namun ia yakin bahwa Allah ﷻ tak akan menelantarkan hamba yang bersandar kepada-Nya.

Akhirnya, dunia adalah tempat ujian, dan risiko adalah bagian dari kehidupan. Tak ada langkah yang benar-benar aman, kecuali langkah yang ditempuh dengan takwa dan tawakal.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq: 2–3)

Itulah janji Allah. Selama takwa menjadi dasar dalam setiap pilihan, Allah akan selalu membuka jalan terbaik — di dunia maupun di akhirat.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|