PBB Dihantam Krisis Keuangan Gegara AS Nunggak, Siap PHK Besar-Besaran

1 day ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah bersiap menghadapi gelombang pemangkasan besar-besaran. Dalam memo internal yang diperoleh Reuters, disebutkan bahwa lembaga dunia tersebut akan memotong anggaran tahunan sebesar 20% dari total US$3,7 miliar dan berpotensi memangkas sekitar 6.900 pekerjaan, atau hampir seperlima dari tenaga kerjanya.

Langkah penghematan ini dilakukan di tengah krisis keuangan yang makin memburuk, sebagian besar dipicu oleh kegagalan Amerika Serikat membayar kontribusi wajibnya. Sebagai negara penyumbang hampir seperempat dana tahunan PBB, kegagalan AS dalam memenuhi kewajiban keuangannya-termasuk tunggakan dan kontribusi tahun fiskal berjalan-telah menciptakan kekosongan dana sebesar hampir US$1,5 miliar.

Namun, dalam memo internal yang ditulis oleh Chandramouli Ramanathan, Kepala Pengelola Keuangan PBB, tidak disebutkan secara langsung soal tunggakan Amerika Serikat. Sebaliknya, Ramanathan menyebut pemangkasan anggaran ini sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh bertajuk "UN80" yang diluncurkan sejak Maret lalu.

"Ini adalah upaya ambisius untuk memastikan bahwa PBB siap menghadapi tantangan multilateralisme abad ke-21, mengurangi penderitaan manusia, dan membangun kehidupan serta masa depan yang lebih baik untuk semua," tulis Ramanathan dalam memo tersebut. Ia meminta semua divisi untuk menyerahkan rencana pemotongan mereka paling lambat 13 Juni. Rencana ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026, seiring dimulainya siklus anggaran berikutnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyampaikan dalam beberapa pengarahan kepada para diplomat bahwa reformasi besar-besaran sedang dipertimbangkan. Ia menyatakan kemungkinan penggabungan beberapa departemen utama, pengalihan sumber daya antar wilayah, hingga pemindahan kantor ke kota-kota dengan biaya operasional lebih murah.

"Ini adalah masa yang penuh bahaya, tetapi juga masa yang sarat peluang dan tanggung jawab," kata Guterres pada 12 Mei lalu.

"Jangan salah: keputusan yang tidak nyaman dan sulit ada di depan kita. Akan lebih mudah untuk menghindarinya atau menundanya, tetapi jalan itu adalah jalan buntu."

Selain itu, Guterres juga menyatakan rencana penghapusan birokrasi yang dianggap tumpang tindih dan tidak efisien, serta kemungkinan konsolidasi beberapa badan PBB.

Peran Amerika Serikat dan China

Kegagalan AS membayar kontribusinya bukan satu-satunya masalah. Tertundanya pembayaran rutin dari China, negara penyumbang terbesar kedua, turut memperparah krisis likuiditas PBB. Bersama-sama, AS dan China bertanggung jawab atas lebih dari 40% pendanaan badan dunia ini.

Kondisi ini diperparah oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump, yang sejak kembali menjabat telah memangkas dana bantuan luar negeri secara signifikan. Ratusan juta dolar dana diskresioner telah ditarik, memaksa puluhan program kemanusiaan PBB berhenti mendadak. Pejabat PBB menyatakan bahwa keputusan ini akan berdampak langsung terhadap kehidupan jutaan orang di berbagai belahan dunia.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS enggan memberikan komentar terkait rencana pemotongan PBB, namun menyatakan bahwa evaluasi menyeluruh atas pendanaan organisasi internasional, termasuk PBB, sedang berlangsung atas perintah Trump dan akan selesai awal Agustus. "Pendanaan untuk PBB, bersama dengan organisasi internasional lainnya, saat ini sedang dikaji ulang," katanya.

Pada April lalu, Tom Fletcher dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan bahwa lembaganya harus memangkas 20% stafnya akibat kekurangan dana sebesar US$58 juta yang ditimbulkan oleh penarikan dana AS.

Richard Gowan, Direktur PBB dari lembaga think tank International Crisis Group, menilai bahwa langkah Guterres ini bisa jadi merupakan taktik diplomatik untuk meredakan tekanan dari Washington.

"Para diplomat percaya bahwa Guterres berharap, jika ia menunjukkan kesediaan untuk memangkas anggaran secara sukarela, maka pemerintahan Trump akan melunak dan tidak jadi menghentikan seluruh pendanaan ke PBB," kata Gowan.

Namun ia juga memperingatkan bahwa harapan tersebut bisa tidak membuahkan hasil. "Itu mungkin saja berhasil. Tapi juga mungkin pemerintah AS hanya akan menerima pemotongan itu tanpa memberikan konsesi apa pun," tambahnya.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: AS - China Berdamai, Perang Tarif Berakhir?

Next Article PBB Ungkap RI Dalam Bahaya Besar, Ada Apa?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|