PBB Terancam Bangkrut, Teriak Minta Bantuan Keuangan

10 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengungkapkan kondisi keuangan terbarunya. Hal ini terjadi saat lembaga multilateral itu menghadapi tekanan keuangan yang signifikan dalam operasinya.

Mengutip situs resmi PBB, lembaga itu menyatakan dengan semakin berkurangnya kontribusi US$ 2,4 miliar (Rp 39 triliun) dalam iuran anggaran rutin yang belum dibayarkan dan US$ 2,7 miliar (Rp 44 triliun) dalam pemeliharaan perdamaian, mereka mengaku terpaksa memangkas pengeluaran, membekukan perekrutan, dan mengurangi beberapa layanan.

Pejabat manajemen PBB, Catherine Pollard, mencatat bahwa sejak 9 Mei, beberapa negara telah membayar penuh untuk beberapa kategori anggaran. Namun, masih ada yang belum melengkapi kewajibannya.

"Namun, dengan hanya 61 negara yang telah memenuhi semua kewajiban mereka secara penuh, pesan dari Negara Anggota jelas: tanpa dukungan keuangan yang luas dan tepat waktu, kemampuan PBB untuk melayani dunia, terutama di masa krisis, berada dalam risiko serius," tuturnya.

Para pejabat memperingatkan bahwa hal ini berisiko mengikis kredibilitas PBB dan kapasitasnya untuk memenuhi mandat yang dipercayakan kepadanya oleh Negara Anggota. Hal ini juga membuat delegasi Swiss, yang menampung banyak kantor pusat sayap PBB, mengutarakan keresahannya.

"Setiap keterlambatan pembayaran, setiap pembekuan perekrutan, setiap layanan yang dibatalkan menggerogoti kepercayaan pada kemampuan kami untuk memberikan layanan," kata delegasi Bern.

Sejauh ini, salah satu solusi yang diusulkan adalah mengizinkan PBB untuk menyimpan sementara dana yang tidak terpakai di akhir tahun, alih-alih mengembalikannya ke Negara Anggota sebagai kredit. Saat ini, pengembalian ini wajib dilakukan, bahkan jika dana tersebut tiba di akhir tahun, sehingga PBB tidak punya banyak waktu untuk membelanjakannya.

Perubahan yang disarankan akan bertindak sebagai penyangga agar operasi tetap berjalan, terutama pada bulan Januari ketika pembayaran cenderung tertunda.

Meski begitu, beberapa delegasi, termasuk dari Kazakhstan, Norwegia, dan Inggris, menekankan bahwa akar permasalahannya adalah keterlambatan atau tidak membayar iuran secara terus-menerus. Uni Eropa juga menyatakan persoalan ini merupakan sesuatu yang mudah untuk diungkap, sehingga jangan sampai PBB membebankan beban finansial terhadap negara yang mampu membayar tepat waktu.

"Ini adalah risiko operasional yang nyata. Beban keuangan tidak dapat dibebankan hanya pada negara-negara yang membayar tepat waktu," ujar lembaga Eropa itu.

Di sisi lain, Singapura, yang berbicara mewakili kelompok negara-negara Asia Tenggara, ASEAN, menyuarakan kekhawatiran bahwa masalah likuiditas PBB telah menjadi hal yang rutin.

"Kami melihat kebutuhan Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) untuk menutup kantornya selama tiga bulan dan menangguhkan perjalanan dan perekrutan," tutur delegasi tetangga Indonesia itu.


(tps/tps)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menkeu & Perwakilan Dagang AS "Kopdar' Dengan Mitra Asal China

Next Article PBB Ungkap RI Dalam Bahaya Besar, Ada Apa?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|