Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia menyatakan kemungkinan akan mengirim rudal hipersonik tercanggihnya ke Venezuela, sebagai bentuk dukungan terhadap sekutu lamanya di Amerika Latin di tengah meningkatnya aktivitas militer Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut.
Alexei Zhuravlyov, Wakil Ketua Komite Pertahanan Parlemen Rusia, mengatakan kepada Gazeta.Ru bahwa tidak ada hambatan bagi Moskow untuk menyediakan sistem senjata canggih seperti rudal Oreshnik atau Kalibr kepada Venezuela, yang ia sebut sebagai "negara sahabat".
"Rusia sebenarnya adalah salah satu mitra utama Venezuela dalam bidang kerja sama militer-teknis. Kami memasok hampir seluruh jenis senjata, mulai dari senjata ringan hingga pesawat tempur," katanya, sebagaimana dikutip Newsweek, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, rincian dan volume pengiriman diklasifikasikan, jadi Amerika mungkin akan mendapat kejutan. Selain itu, tidak ada komitmen internasional yang membatasi Rusia dalam hal ini.
Langkah Rusia ini muncul di tengah meningkatnya kehadiran militer AS di sekitar perairan Venezuela dalam beberapa bulan terakhir. Pemerintahan Presiden Donald Trump mengerahkan jet tempur, pembom, pesawat pengintai, drone, kapal perang, hingga marinir ke kawasan tersebut dengan alasan memerangi perdagangan narkotika.
Operasi-operasi itu telah menyebabkan lebih dari selusin serangan dan lebih dari 60 korban jiwa sejak September, sebagian besar terhadap target yang disebut berangkat dari Venezuela.
Sebagai respons, Presiden Venezuela Nicolas Maduro dilaporkan telah meminta bantuan militer dari Rusia, China, dan Iran untuk memperkuat pertahanan negaranya. Moskow pun menanggapi secara terbuka dan menunjukkan kesediaan memperdalam kerja sama strategisnya dengan Caracas.
Rudal Mach 10 dan Ancaman Baru di Belahan Barat
Rudal Oreshnik, menurut pernyataan resmi Rusia, merupakan rudal balistik jarak menengah yang mampu mencapai kecepatan hingga Mach 10 atau sepuluh kali kecepatan suara dan dapat membawa hulu ledak konvensional maupun nuklir.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menggambarkan Oreshnik sebagai sistem senjata strategis yang dirancang untuk menempuh jarak jauh dengan kemampuan manuver tinggi.
Rusia dan Venezuela dalam beberapa tahun terakhir telah menandatangani sejumlah perjanjian strategis, termasuk kerja sama militer dan ekonomi, sebagai bagian dari upaya kedua negara menandingi pengaruh Amerika Serikat di kawasan Amerika Latin.
Namun, kemungkinan penempatan rudal berkekuatan nuklir di belahan bumi barat menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya ketegangan serupa Krisis Rudal Kuba pada 1962.
Meski belum ada keputusan resmi, pengisyaratan publik dari pejabat Rusia ini dianggap sebagai peningkatan retorika yang signifikan terhadap Washington.
Pemerintahan Trump sendiri dilaporkan telah menyiapkan serangkaian rencana militer terkait Venezuela, termasuk opsi untuk menyerang unit militer yang melindungi Maduro dan upaya merebut ladang minyak yang menjadi sumber utama ekonomi negara itu. Namun baik Trump maupun Menteri Luar Negeri Marco Rubio menepis kemungkinan perang terbuka.
"Saya ragu. Saya tidak berpikir demikian," ujar Trump dalam wawancara dengan 60 Minutes pada Minggu.
"Namun mereka telah memperlakukan kami dengan sangat buruk, bukan hanya soal narkoba-mereka mengirim ratusan ribu orang dari penjara mereka ke negara kami, orang-orang yang tidak kami inginkan."
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada kantor berita Rusia TASS bahwa pihaknya memantau dengan sangat dekat apa yang terjadi di Venezuela.
"Tentu kami ingin semuanya tetap damai dan tidak muncul konflik baru di kawasan," tuturnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Putin Menggila! Rusia Tembak Rudal Hipersonik ke Ukraina-Ancam Nuklir


















































