Putin Dihantui 3 Malapetaka Sekaligus, Rusia OTW 'Masuk Jurang'

1 day ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Rusia kini menghadapi tekanan serius dari berbagai arah, mulai dari potensi krisis perbankan, keputusan perusahaan besar untuk menangguhkan pembayaran dividen, hingga perlambatan tajam dalam pertumbuhan ekonomi.

Peringatan ini disampaikan oleh Center for Macroeconomic Analysis and Short-Term Forecasting (CMASF), lembaga yang diketahui memiliki kedekatan dengan Kremlin, dalam sebuah laporan terbaru yang dikutip Newsweek, Senin (2/6/2025).

Laporan tersebut menggambarkan risiko sistemik yang meningkat seiring dengan berlanjutnya sanksi ekonomi dari negara-negara Barat menyusul invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina yang dimulai pada awal 2022 atas perintah Presiden Vladimir Putin.

CMASF menyatakan bahwa ada peningkatan kemungkinan terjadinya krisis perbankan sistemik di Rusia. Meskipun lembaga tersebut mencatat bahwa saat ini belum ada tanda-tanda pasti bahwa krisis telah terjadi, indikator ekonomi menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.

Menurut definisi CMASF, krisis sistemik akan mencakup setidaknya salah satu dari tiga kondisi berikut, yakni penarikan dana besar-besaran oleh nasabah (bank run), rasio kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) melebihi 10% dari total aset perbankan, dan rekapitalisasi bank secara besar-besaran melebihi 2% dari PDB nasional.

Dalam komentarnya melalui email kepada Newsweek, CMASF menyoroti lonjakan volatilitas indeks utama pasar saham Rusia (MOEX) sebagai indikator meningkatnya ketidakpastian ekonomi. Volatilitas ini dipicu oleh pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengancam akan memberlakukan sanksi baru terhadap Moskow, serta menyebut Putin "gila" setelah Rusia melancarkan serangan drone dan rudal besar-besaran ke Ukraina.

Selain itu, CMASF juga menggarisbawahi bahwa tekanan terhadap likuiditas sistem perbankan semakin terlihat melalui peningkatan tajam rasio jumlah uang beredar terhadap basis moneter. Kombinasi indikator-indikator ini, menurut mereka, meningkatkan kemungkinan terjadinya cash gaps di kalangan bank.

Keluarnya Dana dan Suku Bunga Tinggi

Peringatan akan potensi penarikan besar-besaran dana nasabah pertama kali disampaikan CMASF pada April lalu. Kekhawatiran itu muncul di tengah suku bunga acuan yang sangat tinggi sebesar 21%, yang diterapkan Bank Sentral Rusia untuk menekan inflasi yang saat ini berada di level 10,2%.

Namun, suku bunga yang tinggi ini juga dianggap menghambat pinjaman dan investasi, serta menekan likuiditas di pasar domestik.

Dalam waktu yang bersamaan, sekitar dua lusin perusahaan besar di Rusia telah menyarankan untuk tidak membagikan dividen kepada pemegang saham. Keputusan ini disebabkan oleh penurunan tajam pendapatan ekspor serta dampak berkelanjutan dari sanksi ekonomi.

Menurut data dari badan statistik negara Rosstat, laba total perusahaan Rusia pada 2024 mencapai 30,4 triliun rubel, turun 6,9% dibandingkan 2023 atau 15% jika disesuaikan dengan inflasi.

Sejumlah perusahaan besar di sektor pertambangan dan energi termasuk Gazprom, Norilsk Nickel, NLMK, dan Severstal termasuk di antara yang menangguhkan dividen.

Media bisnis Vedomosti melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan lain kemungkinan akan mengikuti langkah serupa, seiring memburuknya kondisi pasar dan tingginya biaya pinjaman.

Boris Grozovski, analis ekonomi Rusia di lembaga Wilson Center, mengatakan kepada Newsweek pada Januari lalu bahwa suku bunga tinggi telah menempatkan perusahaan Rusia dalam posisi yang sangat sulit.

"Biaya yang meningkat, tarif energi yang lebih tinggi, harga bahan bakar, kenaikan upah, serta ongkos logistik dan transportasi yang melonjak-semuanya menekan laba bersih," jelasnya.

Pertumbuhan Ekonomi Anjlok Tajam

Data dari Rosstat juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Rusia hanya mencapai 1,4% pada kuartal pertama 2025. Angka ini merosot tajam dari 4,5% pada kuartal terakhir 2024 dan lebih jauh dibandingkan 5,4% pada periode yang sama tahun lalu.

The Bell menyebut bahwa perekonomian Rusia tidak hanya mengalami perlambatan, tetapi kemungkinan besar menuju resesi. Data resmi terbaru mengindikasikan bahwa pertumbuhan bisa jatuh ke zona negatif sedini musim panas tahun ini.

CMASF menilai bahwa situasi saat ini ditandai dengan "resonansi dari berbagai sinyal dan tren negatif yang menunjukkan meningkatnya risiko makro-finansial."

Di tengah gejolak ekonomi ini, masa depan perekonomian Rusia sangat dipengaruhi oleh arah konflik di Ukraina. Jika tercapai kesepakatan damai, terutama dengan kemungkinan Donald Trump kembali berkuasa di AS, maka ada peluang terbuka untuk pemulihan perdagangan antara Washington dan Moskow.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Gencatan Senjata Rusia-Ukraina Macet,Trump: Putin Main Api

Next Article Tik Tok Tik Tok! Rusia Simpan 'Bom Waktu' Ekonomi, Siap Meledak

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|