REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar dilaporkan sedang berupaya membawa aksi penyerangan Israel terhadap wilayahnya ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Kepala negosiator Qatar, Mohammed al-Khulaifi, telah melakukan pertemuan dengan Presiden ICC, Hakim Tomoko Akane, di Den Haag, Belanda, pada Rabu (17/9/2025) lalu.
Seorang pejabat Qatar yang enggan dipublikasikan identitasnya, mengonfirmasi pertemuan antara al-Khulaifi dan Hakim Akane. "(Pertemuan itu) dalam mengupayakan setiap jalur hukum dan diplomatik yang tersedia untuk memastikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas serangan Israel terhadap Qatar," katanya, Kamis (18/9/2025), dikutip laman Al Arabiya.
Pejabat tersebut menambahkan, serangan Israel ke Doha pada 9 September 2025 lalu telah melanggar hukum dan hukum humaniter internasional. Serangan Israel diketahui membidik para petinggi Hamas yang sedang mendiskusikan proposal gencatan senjata di Jalur Gaza.
Negosiator Qatar, Mohammed al-Khulaifi, sempat mengunggah pertemuannya dengan Presiden ICC Hakim Tomoko Akane lewat akun X-nya. Al-Khulaifi mengatakan, kunjungannya merupakan "bagian dari pekerjaan tim yang bertugas mengeksplorasi jalur hukum untuk menanggapi serangan bersenjata ilegal Israel terhadap Negara Qatar".
Qatar, sebagai negara pengamat di ICC, tidak dapat secara mandiri merujuk kasus-kasus ke lembaga tersebut. Namun setelah perundingan darurat di Doha pada Senin (15/9/2025), blok Arab dan Islam mendesak anggotanya mengambil "semua langkah hukum dan efektif yang memungkinkan untuk mencegah Israel melanjutkan tindakannya".
Pada 21 November 2024 lalu ICC menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas keterlibatan mereka dalam dugaan kejahatan perang di Jalur Gaza. "ICC dengan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua individu, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024," demikian pernyataan ICC.
Tanggal 20 Mei 2024 yang disinggung dalam pernyataan itu merujuk pada waktu jaksa ICC mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap mereka. Dengan demikian, ICC menolak argumen Israel yang menyatakan bahwa pengadilan tersebut tak memiliki yurisdiksi untuk memerintahkan penangkapan Netanyahu dan Gallant.
ICC menemukan dasar yang wajar untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas tindak kejahatan perang dalam bentuk "memanfaatkan kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang meliputi pembunuhan, penyiksaan, dan tindakan tak manusiawi lainnya".