Jakarta, CNBC Indonesia - Ketakutan para CEO terhadap resesi di Amerika Serikat (AS) mulai mereda. Hal ini terlihat dari data terbaru yang dirilis Senin.
Survei Chief Executive Group terhadap lebih dari 270 CEO pekan lalu menunjukkan bahwa hanya 30% dari mereka yang memperkirakan terjadinya resesi dalam enam bulan ke depan. Jumlah itu turun signifikan dibandingkan 46% pada Mei dan 62% pada April.
Sebaliknya, ekspektasi akan pertumbuhan ekonomi mulai meningkat, dengan lebih dari 40% CEO kini memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh dalam waktu dekat. Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dibandingkan 23% pada April.
Namun, kekhawatiran soal "stagflasi", yakni gabungan antara inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi stagnan, masih membayangi. Ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang datar melonjak ke atas 30%, naik dari 15% dua bulan lalu.
Perubahan pandangan ini terjadi di tengah meredanya ketegangan terkait tarif impor yang sempat dilontarkan Presiden Trump pada April lalu. Saat itu, rencana tarif besar-besaran sempat mengguncang pasar keuangan dan memicu kekhawatiran akan perlambatan konsumsi.
Namun, sebagian besar tarif akhirnya ditangguhkan. Gedung Putih mulai merundingkan kesepakatan baru dengan mitra dagang seperti Inggris dan China.
"Dari sisi makro, kekhawatiran terburuk, menurut saya, sudah lewat," ujar CEO Home Depot Edward Decker, seperti dikutip CNBC International pada Selasa (10/6/2025).
"Pasar saham mulai pulih dan ekspektasi resesi sudah jauh berkurang," tambahnya.
Sementara itu, survei dari The New York Fed menunjukkan penurunan kekhawatiran konsumen terhadap inflasi. Langkah pemerintah membatalkan sejumlah rencana tarif agresif memberi angin segar.
Namun, pembicaraan soal resesi belum benar-benar hilang. Istilah seperti "resesi" tercatat muncul dalam lebih dari 150 laporan keuangan perusahaan S&P 500 sepanjang 2025, dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Kami menyadari bahwa perubahan besar dalam kebijakan perdagangan dapat menyebabkan volatilitas makroekonomi dan mendorong beberapa wilayah ke dalam resesi," kata CFO International Flavors & Fragrances, Michael DeVeau.
Kekhawatiran resesi melonjak pada April setelah Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif tinggi atas berbagai produk impor. Pasar sempat jatuh, sentimen konsumen anjlok, dan perusahaan memperingatkan potensi penurunan laba.
Namun, seiring mundurnya sebagian rencana tarif dan dimulainya negosiasi dengan mitra dagang, ketakutan tersebut mulai reda. Saat ini, para pelaku pasar lebih bersikap wait and see terhadap arah kebijakan ekonomi AS di bawah kepemimpinan Trump.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: OECD Pangkas Proyeksi Ekonomi RI - Australia Terancam Resesi
Next Article Donald Trump Buka Suara Amerika Resesi di 2025, Ini Katanya