'Resesi Seks' Makin Bikin Pening Dunia, Ekonomi di Ujung Tanduk

1 day ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi rendahnya angka kelahiran atau resesi seks mulai disuarakan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Hal ini terjadi setelah salah satu bagian dari organisasi multilateral itu, Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), mensurvei orang-orang di 14 negara.

Mengutip Newsweek, Rabu (11/6/2025), UNFPA mensurvei Korea Selatan, Thailand, Italia, Hungaria, Jerman, Swedia, Brasil, Meksiko, AS, India, india, Maroko, Afrika Selatan, dan Nigeria yang mencakup sepertiga dari populasi global. Total responden yang disurvei berjumlah 14 ribu orang.

Dalam penelitian itu, ditemukan bahwa hampir 20% orang dewasa usia reproduksi percaya bahwa mereka tidak akan dapat memiliki jumlah anak yang mereka inginkan. Dari jumlah itu, 39% mengatakan keterbatasan finansial menghalangi mereka untuk memiliki jumlah anak yang mereka inginkan.

Selain itu, satu dari lima mengatakan ketakutan mereka tentang masa depan, seperti perubahan iklim, perang, dan pandemi, akan menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit anak.

Jumlah orang tertinggi yang menyebutkan kekhawatiran finansial sebagai alasan mereka tidak memiliki anak sebanyak yang mereka inginkan adalah di Korea Selatan (58%), sedangkan jumlah terendah adalah di Swedia (19%).

"Kaum muda sebagian besar melaporkan kekhawatiran dan ketidakpastian tentang masa depan mereka," kata laporan itu.

"Banyak yang memperkirakan akan mengalami hasil yang lebih buruk daripada yang dialami orang tua mereka. Kekhawatiran mereka tentang perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi, dan meningkatnya konflik global akan tercermin dalam pilihan yang mereka buat tentang membesarkan keluarga."

Negara-negara di seluruh dunia tengah berjuang mengatasi tingkat kelahiran mereka, yang mengakibatkan negara-negara tersebut memiliki populasi yang menua, yang berarti lebih sedikit orang usia kerja yang harus menanggung lebih banyak orang lanjut usia.

Misalnya, tingkat kesuburan Amerika kini diproyeksikan mencapai rata-rata 1,6 kelahiran per wanita selama tiga dekade mendatang. Angka tersebut jauh di bawah tingkat penggantian 2,1 kelahiran per wanita yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi yang stabil tanpa imigrasi.

Direktur Eksekutif UNFPA Dr. Natalia Kanem mengatakan bahwa keadaan ini merupakan sebuah kondisi lengkap yang telah dihitung para warga dunia untuk memiliki keturunan. Menurutnya, saat ini dunia perlu memikirkan solusi bagi mereka yang masih ingin memiliki anak.

"Solusi nyata untuk krisis reproduksi yang kita hadapi adalah membangun dunia yang lebih adil, berkelanjutan, dan penuh perhatian yang mendukung individu untuk memiliki keluarga yang mereka cita-citakan," tuturnya.


(tps/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Bergejolak, Komitmen Hadapi Perubahan Iklim Terpangkas

Next Article "Resesi" Seks China Makin Parah, 2 Juta Penduduk Hilang

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|