Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya niat menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2026, khususnya untuk BBM jenis solar. Hal itu sebagai langkah RI menuju swasembada energi dalam negeri.
Menanggapi hal itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mengatakan rencana tersebut sejalan dengan peningkatan kapasitas produksi dalam negeri melalui berbagai program hilirisasi dan pengolahan minyak.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menilai perkembangan tersebut sebagai sinyal positif bagi ketahanan energi nasional. Terdapat dua faktor utama yang menjadi kunci keberhasilan penyetopan impor tersebut, yakni optimalisasi program biodiesel dan beroperasinya kilang Refinery Development Master Plan (RDMP).
"Pertama, solusi itu bisa terjadi ketika kita mengurangi impor diesel karena adanya peningkatan biodiesel dan operasional RDMP. Menurut saya itu perkembangan baik, tinggal tata niaganya bisa dilaksanakan," ujar Eddy ditemui di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (29/12/2025).
Meski begitu, Eddy mengingatkan pemerintah untuk tetap memperhatikan ekosistem bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta. Menurutnya, mekanisme impor yang selama ini berjalan bagi pihak swasta sebaiknya tetap dipertahankan mengingat porsi pasar mereka yang relatif kecil dibandingkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Saya berpandangan SPBU swasta itu porsinya sangat kecil dalam penjualan BBM. Oleh karena itu saya lihat mekanisme selama ini yang membebaskan swasta melakukan impor sesuai kebutuhannya tetap dijalankan," tambahnya.
Menurutnya, perusahaan swasta memiliki rantai pasok mandiri yang telah terbangun untuk menciptakan efisiensi ekonomis. Perubahan regulasi yang drastis dikhawatirkan dapat merusak tatanan yang sudah ada dan justru berdampak negatif pada minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor hilir migas Indonesia.
"Tapi, menurut kami jangan sampai ini merubah tatanan yang sudah ada, sehingga menyurutkan minat investasi swasta di sektor hilir minyak," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman mengatakan kebijakan penghentian impor solar berlaku menyeluruh, termasuk bagi badan usaha swasta yang selama ini masih mengandalkan pasokan dari luar negeri.
Namun, penghentian impor solar tersebut tidak sepenuhnya bisa langsung diberlakukan pada April 2026. Laode mengatakan pemerintah memberi waktu persiapan sekitar tiga bulan.
"RDMP-nya sudah beroperasi, tapi secara operasionalisasinya nanti RDMP atau Pertamina membutuhkan persiapan tiga bulan. Persiapan tiga bulan, setelah itu sudah setop cukup untuk seluruhnya termasuk swasta, April semua kita setop," kata Laode ditemui di Kementerian ESDM, dikutip Senin (29/12/2025).
Di samping itu, pemerintah juga telah menyurati badan usaha swasta agar segera berkoordinasi dengan Pertamina untuk memperoleh alokasi solar dari produksi dalam negeri. Hal ini akan otomatis ada di dalam SINAS NK (Sistem Informasi Neraca Komoditas).
"Kita sudah bikin surat ke swasta. Jadi mereka kita wajibkan untuk segera berkoordinasi dengan Pertamina untuk mendapatkan alokasi dalam negeri," katanya.
Menurut Laode, penghentian impor solar dilakukan lantaran kapasitas produksi dalam negeri sudah mencukupi. Sementara, untuk impor BBM jenis lain seperti bensin masih tetap dilakukan lantaran kemampuan kilang nasional belum mencukupi.
"Ini kan karena kita sudah produksi dalam negeri. Kalau yang lain masih ada tuh impornya, bensin, masih. Karena di dalam negeri memang tidak mampu melayani secara keseluruhan," katanya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
















































