Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang pasar tenaga kerja Amerika Serikat (AS). Lebih dari 130 perusahaan telah mengajukan pemberitahuan resmi bahwa mereka akan melakukan PHK massal pada Juni 2025, menurut data Worker Adjustment and Retraining Notification Act (WARN).
Seperti dilaporkan oleh situs WARNTracker.com, data terkini menunjukkan bahwa sekitar 138 pengusaha di berbagai sektor telah merencanakan PHK, melebihi jumlah perusahaan yang melakukan pemutusan kerja pada Mei lalu yang mencapai 130 entitas.
PHK dijadwalkan terjadi di berbagai sektor, termasuk ritel, farmasi, makanan dan minuman, logistik, manufaktur, dan layanan kesehatan. Beberapa perusahaan besar yang masuk dalam daftar termasuk Walmart, Pfizer, Chevron, Rite Aid, McDonald's, CVS Health, UPS, FedEx, hingga Kaiser Permanente.
Perusahaan telekomunikasi seperti U.S. Cellular dan sektor teknologi seperti Oracle America, Thermo Fisher, dan NetApp juga termasuk di antara yang melaporkan akan melakukan PHK bulan ini. Jumlah pekerja yang terdampak bervariasi, dari hanya beberapa orang hingga ratusan dalam satu perusahaan.
Pakar: Ini Bukan Sekadar Soal Ekonomi
Meskipun PHK massal kerap dihubungkan dengan ketidakpastian ekonomi, sejumlah pakar menyebut fenomena ini mencerminkan pola manajemen dan kebijakan korporat yang lebih luas.
"Para pekerja harus bersiap, bukan karena kinerja mereka buruk, tetapi karena pengusaha masih kecanduan dengan pandangan jangka pendek tentang neraca keuangan. Restrukturisasi hanyalah kode untuk memangkas orang demi memangkas biaya," kata Bryan Driscoll, konsultan sumber daya manusia, seperti dikutip Newsweek.
Menurut Driscoll, gelombang PHK kemungkinan masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. "Perusahaan terus menempatkan efisiensi biaya di atas segalanya. Dan sekarang, pemerintah pun turut memangkas tenaga kerja sebagai bagian dari penyesuaian struktural," tambahnya.
James Hohman, Direktur Kebijakan Fiskal di Mackinac Center for Public Policy, juga mencatat adanya perubahan struktural dalam ekonomi tenaga kerja Amerika.
"Industri jasa secara umum membayar lebih tinggi daripada manufaktur di Amerika saat ini. Amerika semakin kaya; orang kaya semakin kaya, dan orang miskin juga mengalami peningkatan kesejahteraan. Globalisasi adalah bagian dari hal itu," katanya.
Sementara itu, Alex Beene, instruktur literasi keuangan di University of Tennessee, menyebut gelombang PHK kali ini terbagi dalam dua jenis: efisiensi struktural di lembaga pemerintah dan pemangkasan karena tekanan biaya di sektor swasta, khususnya asuransi kesehatan.
"Kami melihat lembaga federal merombak struktur mereka seiring perubahan pemerintahan, sementara perusahaan asuransi mengurangi tenaga kerja untuk membebaskan uang tunai akibat peningkatan klaim dan biaya medis," ujarnya.
Para analis kemudian menyarankan pekerja untuk mempersiapkan diri menghadapi pasar kerja yang semakin kompetitif, dengan meningkatkan keterampilan dan fleksibilitas di tengah lanskap ekonomi yang terus berubah.
(tfa/tfa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 70% Pengusaha Hotel di Jakarta Berencana PHK 10%-30% Karyawan
Next Article Petronas PHK Karyawan, Bakal Hilang 10 Tahun Lagi