REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X memastikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di DIY pada tahun 2026 akan mengalami kenaikan. Meski begitu, besarannya belum dapat dipastikan karena masih menunggu hasil pembahasan resmi dari Dewan Pengupahan.
"Saya nunggu sidang dewan pengupahan, nunggu dari kesepakatan," ujar Sultan HB X, Senin (24/11/2025).
Sultan mengatakan dirinya hanya dapat menetapkan UMP setelah ada rekomendasi final dari Dewan Pengupahan dan formula dari pemerintah pusat. Sejauh ini, dasar atau rumus terbaru yang akan dipakai dalam penentuan upah minimum tahun depan juga belum diketahui.
"Kalau naiknya mesti naik, tapi dasarnya (penghitungan formula UMP-Red) apa saya belum tahu," ucap Sultan HB X.
Adapun UMP DIY pada tahun 2025 berada pada angka Rp 2.264.080 atau naik 6,5 persen dibanding 2024. Kenaikan tersebut sebelumnya diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, yang menetapkan persentase kenaikan serupa bagi seluruh provinsi.
Pemda DIY masih akan menunggu regulasi resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang tengah menggodok aturan baru penghitungan upah minimum.
Pemerintah Pusat Siapkan Formula Baru UMP 2026
Sebelumnya diberitakan, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa proses penentuan UMP 2026 masih berlangsung. Pemerintah pusat, lanjutnya, tidak akan memakai formula yang sama seperti tahun 2025 dan sedang menyusun konsep perhitungan baru sembari melakukan kajian mendalam.
"Ini (UMP) sedang proses, ditunggu saja. Prosesnya, kita sedang mengembangkan konsep. Ada kajian (terkait kenaikan UMP) ini, ya," kata Yassierli di Jakarta (11/10/2025), lalu.
Ia menambahkan, pemerintah juga melaksanakan dialog sosial dengan serikat pekerja, pengusaha, serta melibatkan Dewan Pengupahan Nasional. Menurut Menaker, pemerintah harus mempertimbangkan banyak faktor sebelum memutuskan kenaikan UMP 2026. Termasuk regulasi yang berlaku hingga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168, yang mengatur bahwa penetapan upah minimum harus memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentu, serta kebutuhan hidup layak (KHL).
"Putusan MK itu nomor satu, itu yang harus kita jalankan dulu, baru kita lihat nanti yang terbaik untuk Indonesia seperti apa," katanya.

1 hour ago
1
















































