Ilustrasi kesehatan mata. Freepik
Harianjogja.com, JAKARTA—Studi terbaru menunjukkan pasien gangguan retina dengan terapi Faricimab kini bisa mendapat suntikan tiap empat bulan sekali tanpa penurunan penglihatan.
Studi Salween diumumkan pada Kongres Euretina 2025 di Paris, Prancis menyebutkan pengobatan gangguan retina degenerasi makula basah (nAMD) dan variasi PCV dengan Faricimab terbukti tidak hanya mampu memulihkan penglihatan secara signifikan tapi juga memiliki efek yang bertahan lebih lama.
"Hasil studi ini merupakan langkah maju yang penting khususnya bagi pasien PCV di Indonesia. Terapi pengobatan injeksi dengan Faricimab tidak hanya mencapai peningkatan kualitas penglihatan yang bermakna secara klinis, tetapi juga dapat mengurangi beban pengobatan dan berdampak positif bagi kualitas hidup pasien, pendamping, bahkan keluarganya," kata Kepala Departemen Mata RSCM Dr. dr. Ari Djatikusumo, SpM (K), dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (3/10/2025).
Degenerasi makula basah (nAMD), merupakan kerusakan pada pusat penglihatan akibat pembuluh darah abnormal. Ini juga berlaku untuk PCV (Polypoidal Choroidal Vasculopathy), yaitu sebuah variasi dari nAMD yang ditandai dengan adanya benjolan polip di bawah retina dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan di Asia.
Gejala umum dari nAMD antara lain adanya area gelap di bagian pusat penglihatan, pandangan kabur, warna terlihat lebih pudar, atau garis lurus tampak seperti bergelombang.
Studi Salween menginformasikan pengobatan Faricimab memberikan efek pasien rata-rata bisa membaca 8-9 huruf lebih banyak di bagan tes mata setelah satu tahun pengobatan. Peningkatan ini sangat penting karena benjolan polip yang menjadi sumber masalah ditemukan tidak aktif pada 86 persen kasus, bahkan 61 persen jaringan tumbuh yang abnormal hilang sepenuhnya.
Perbaikan ini secara langsung mengurangi risiko pendarahan pada retina, salah satu ancaman terbesar yang bisa berujung pada kebutaan. Kabar baik lainnya adalah lebih dari separuh pasien kini bisa mendapatkan suntikan dengan interval empat bulan sekali tanpa khawatir penglihatannya akan menurun.
Jadwal yang lebih jarang ini tentu meringankan beban fisik, waktu, dan biaya bagi pasien serta keluarga, sehingga pasien tidak perlu terlalu sering datang ke rumah sakit untuk suntik mata.
“Semoga inovasi ini dapat membantu pasien mendapatkan manfaat dari terapi Faricimab. Diagnosis yang cepat, serta penanganan sedini mungkin diharapkan dapat membantu memulihkan penglihatan dan mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut,” ujar Dr. Ari Djatikusumo.
Di Indonesia, Badan POM telah menyetujui penggunaan Faricimab sejak tahun 2023 untuk beberapa kondisi retina serius, termasuk degenerasi makula basah (nAMD) dan pembengkakan makula akibat diabetes atau dalam dunia kedokteran, dikenal dengan istilah DME.
Dr. Ari Djatikusumo merekomendasikan bagi yang mengalami gejala nAMD untuk segera konsultasi dengan Dokter Spesialis Mata agar mendapat pemeriksaan lengkap, penegakan diagnosis, serta pengobatan yang tepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara