Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Prof Mari Elka Pangestu menegaskan transisi energi tidak boleh dipandang sekadar sebagai pergantian sumber energi, melainkan perubahan paradigma pembangunan menuju ekonomi hijau, tangguh, dan berkeadilan. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Prof Mari Elka Pangestu menegaskan transisi energi tidak boleh dipandang sekadar sebagai pergantian sumber energi, melainkan perubahan paradigma pembangunan menuju ekonomi hijau, tangguh, dan berkeadilan. Di pembukaan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025 di Jakarta, Mari menyebut percepatan transisi energi menjadi kunci untuk mewujudkan ambisi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen dan visi Indonesia Emas 2045.
Menurutnya, langkah itu tidak hanya memenuhi komitmen Paris Agreement, tetapi juga membuka peluang investasi dan menciptakan mesin pertumbuhan ekonomi baru. “Transisi energi yang efektif bergantung pada komitmen politik dan konsistensi kebijakan di semua tingkatan. Diperlukan pula kerangka kebijakan yang jelas, termasuk pembentukan country platform for energy transition untuk menyatukan pendanaan dan dukungan internasional,” kata Mari, Senin (6/10/2025),.
Ia menekankan perlunya reformasi subsidi energi agar menciptakan insentif bagi pengembangan energi bersih. Insentif fiskal dan regulasi karbon, tambahnya, harus diperkuat melalui sistem perdagangan emisi dan pajak karbon. Revisi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon dinilainya sebagai penentu arah baru pasar karbon di Indonesia.
Menurut Mari, keberhasilan transisi energi tidak hanya akan membantu Indonesia mencapai target iklim, tetapi juga menciptakan paradigma baru pembangunan yang berkelanjutan. “Transisi energi adalah jalan menuju ekonomi masa depan, lebih hijau, inklusif, dan tangguh terhadap krisis,” ujarnya.