Trump Lempar Rencana 'Gila' Akhiri Perang Gaza, Ini Respons Hamas

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat mendorong proposal gencatan senjata selama 60 hari di Gaza yang menjanjikan pembebasan puluhan sandera dan ribuan tahanan. Namun, hal ini masih menghadapi reaksi beragam dari pihak-pihak yang bertikai.

Rencana gencatan senjata ini, sebagaimana dokumen yang diperoleh Reuters, diajukan oleh utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. Dokumen tersebut menyebut bahwa kesepakatan dijamin langsung oleh Trump dan dimediasi oleh Mesir serta Qatar.

Menurut isi dokumen, Hamas akan membebaskan 28 sandera Israel - hidup maupun yang telah meninggal - dalam pekan pertama gencatan senjata, sebagai imbalan atas pembebasan 1.236 tahanan Palestina serta penyerahan jenazah 180 warga Palestina dari Israel.

Selain itu, bantuan kemanusiaan akan segera disalurkan ke Gaza melalui PBB, Bulan Sabit Merah, dan jalur-jalur distribusi yang telah disepakati, begitu Hamas menyetujui kesepakatan tersebut.

Gedung Putih pada Kamis lalu mengumumkan bahwa Israel telah menerima proposal gencatan senjata tersebut. Sejumlah media Israel melaporkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyampaikan kepada keluarga para sandera bahwa pemerintahannya telah menerima rencana yang diajukan Witkoff. Namun, kantor Netanyahu menolak memberikan komentar resmi.

Sementara itu, kelompok Hamas memberikan respons yang lebih kritis. Dalam pernyataannya, Hamas mengakui telah menerima respon Israel, namun menyebutnya sebagai "gagal memenuhi tuntutan sah dan adil rakyat Palestina," termasuk penghentian permusuhan secara menyeluruh dan penyelesaian krisis kemanusiaan di Gaza.

"Hamas masih mengkaji secara menyeluruh dan bertanggung jawab terhadap proposal baru ini," ujar pejabat senior Hamas, Basem Naim, dikutip Sabtu, (31/5/2025).

Ia menambahkan bahwa tanggapan Israel "pada dasarnya hanya memperkuat pendudukan dan melanggengkan kebijakan pembunuhan serta kelaparan, bahkan selama periode de-eskalasi sementara."

Dokumen rencana menyebutkan bahwa setelah gencatan senjata berlangsung dan kesepakatan damai permanen mulai dirundingkan, Hamas akan membebaskan sisa 30 sandera Israel. Di sisi lain, militer Israel akan menghentikan seluruh operasi militer di Gaza dan secara bertahap menarik pasukannya.

Namun, perbedaan fundamental tetap menjadi batu sandungan. Israel tetap menuntut Hamas untuk melucuti senjata sepenuhnya, bubar sebagai entitas militer dan pemerintahan, serta menyerahkan seluruh sandera sebelum perang bisa diakhiri.

Hamas menolak desakan tersebut dan menegaskan bahwa Israel harus terlebih dahulu menarik pasukannya dan menyatakan komitmen untuk mengakhiri perang.

Sementara itu, tekanan global terhadap Israel semakin meningkat. Negara-negara Eropa yang selama ini berhati-hati dalam mengkritik Tel Aviv kini menyerukan diakhirinya perang serta peningkatan bantuan kemanusiaan.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) melaporkan pada Jumat bahwa Israel masih menghalangi hampir seluruh pengiriman bantuan ke Gaza. "Hampir tidak ada makanan siap saji yang masuk ke wilayah yang saat ini menjadi tempat paling lapar di dunia," kata juru bicara OCHA.

Gaza Humanitarian Foundation (GHF), kelompok bantuan swasta yang didukung AS dan disetujui Israel, mengeklaim telah membagikan 1,8 juta paket makanan dalam sepekan terakhir dan memperluas distribusi ke lokasi ketiga di Gaza pada Kamis. GHF juga merencanakan pembukaan lebih banyak titik distribusi dalam beberapa minggu mendatang.

Namun, operasi GHF mendapat kecaman dari PBB dan sejumlah LSM yang menyebutnya tidak memadai dan memiliki banyak kekurangan. Kekacauan pun mewarnai distribusi bantuan awal pekan ini, ketika ribuan warga Palestina menyerbu lokasi distribusi dan memaksa kontraktor keamanan mundur.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Netanyahu Klaim Bunuh Bos Hamas Mohammed Sinwar

Next Article Sudah Sepakat Gencatan Senjata, Israel Masih Sibuk Bombardir Gaza

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|