Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo (pertama dari kanan) melihat panen maggot di Cokrodiningratan pada Sabtu (27/12/2025). Harian Jogja - Stefani Yulindriani
Harianjogja.com, JOGJA—Wali Kota Jogja mendorong pengembangan budi daya maggot di Kampung Cokrodiningraran sebagai solusi pengolahan sampah organik yang dapat direplikasi ke wilayah lain untuk menekan persoalan sampah perkotaan.
Permasalahan sampah masih menjadi tantangan di Kota Jogja. Untuk menjawab persoalan tersebut, puluhan warga Kampung Cokrodiningraran mengelola sampah organik melalui budi daya maggot sebagai alternatif pengolahan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo, mendorong agar program budi daya maggot di Cokrodiningraran dapat direplikasi ke wilayah lain. Menurutnya, pola pengelolaan sampah organik berbasis masyarakat tersebut relevan diterapkan di berbagai kawasan Kota Jogja.
“Saya kira ini bisa digetok-tularkan ke daerah lainnya,” katanya, Sabtu (27/12/2025).
Ia mengakui keterbatasan lahan di Kota Jogja menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengelola sampah. Kondisi tersebut mendorong perlunya metode pengolahan sampah yang efektif dan dapat diterapkan pada lahan sempit.
Hasto juga mengapresiasi langkah warga Cokrodiningraran yang telah mengelola sampah organik secara mandiri melalui budi daya maggot.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Jogja, Ipung Purwandari, menilai pengolahan sampah berbasis maggot di Cokrodiningraran layak dijadikan percontohan bagi wilayah lain di Kota Jogja.
“Ini [pengolahan sampah dengan maggot] bisa diterapkan di daerah lain juga,” katanya.
Ketua Kampung Cokrodiningraran, drh. Anwar Setyowantoro, menjelaskan bahwa pengolahan sampah tersebut dikemas dalam program Kampung Maggot Lestari. Program ini melibatkan kelompok Maggot Mitra Dayaku dengan sistem tabungan sampah organik.
“Selama sembilan bulan, anggota yang berprestasi mendapatkan reward. Saat ini ada 47 anggota aktif yang rutin melakukan pembesaran maggot dan menerima buku tabungan maggot,” katanya.
Anwar menuturkan, sejak awal program dirancang agar masyarakat Cokrodiningraran mampu mengolah sampah organik secara mandiri. Harapannya, wilayah ini dapat menjadi embrio pengolahan sampah organik berbasis masyarakat. Program tersebut bahkan telah menjadi rujukan studi tiru Kelurahan Demangan pada April lalu.
Dalam pelaksanaannya, boks maggot dibagikan ke rumah-rumah warga sehingga setiap keluarga memiliki kewajiban mengolah sampah organik masing-masing. Awalnya program ini diikuti oleh 10 keluarga. Hasil budi daya maggot dibeli secara kotor, kemudian setelah empat bulan sistem berjalan stabil dengan panen dua kali dalam sebulan. Hingga kini, program tersebut telah berlangsung sebanyak 18 kali panen.
“Semua sampah organik, termasuk sisa makanan matang dan sayuran, bisa terurai habis. Kasgotnya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik,” katanya.
Selain mengurangi volume sampah, program budi daya maggot ini juga memberikan manfaat ekonomi bagi warga.
“Biasanya membuang sampah itu mengeluarkan uang, sekarang justru mendapatkan uang,” ujarnya.
Ia menuturkan warga Kampung Cokrodiningraran mencapai ratusan rumah tangga. Karena itu, ia berharap sedikitnya 50 persen di antaranya dapat mengolah sampah organik menggunakan maggot.
“Harapan kami, Maggot Mitra Dayaku bisa menjadi embrio getok-tular di lingkungan sekitar dan membantu pemerintah dalam pengolahan sampah organik,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































