9 Update Gencatan Senjata Gaza, Ancaman Batal-Respos Raja Salman-Putin

3 months ago 36

Jakarta, CNBC Indonesia - Qatar, sebagai mediator, pada Kamis (18/1/2025) telah mengumumkan kesepatakan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Rencananya, gencatan senjata di Gaza akan dimulai hari Minggu mendatang.

Perjanjian gencatan senjata itu bahkan disebut bisa menjadi perdamaian permanen. Namun ada informasi bahwa kesepakatan ini dapat batal dilakukan. Berikut update mengenai situasi tersebut, seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (17/1/2025).

1. Detail Kesepakatan Gencatan Senjata

Rencananya, perjanjian gencatan senjata akan berlangsung tiga tahap dalam waktu 42 hari. Pada tahap pertama kesepakatan, sebanyak 33 sandera Israel yang diculik Hamas ke Gaza akan dibebaskan. Mereka yang dibebaskan adalah perempuan sipil dan rekrutan militer perempuan, anak-anak, orang tua, termasuk warga sipil yang sakit dan terluka.

Sebagai gantinya, ratusan warga Palestina yang ditahan Israel akan dibebaskan. Namun, seorang pejabat Israel mengatakan angka itu tergantung berapa banyak dari 33 sandera yang masih hidup.

Negosiasi tahap kedua akan dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata tahap awal. Tahap ini, merujuk laporan Times of Israel, akan mencakup pembebasan tawanan yang tersisa, termasuk "tentara pria, pria usia militer Israel, dan jenazah sandera yang terbunuh".

Selama gencatan senjata awal yang berlangsung 42 hari, pasukan Israel akan mundur dari daerah padat penduduk Gaza. Menurut Sheikh Mohammed, ini untuk "memungkinkan pertukaran tahanan, serta pertukaran jenazah dan pemulangan orang-orang yang mengungsi".

Israel nantinya akan mempertahankan zona penyangga di Gaza selama tahap pertama. Pasukan Israel diperkirakan akan tetap berada hingga 800 meter di dalam Gaza yang membentang dari Rafah di selatan hingga Beit Hanun di utara.

2. Terancam Batal

Gencatan senjata Israel dan Hamas di Gaza terancam batal. Terungkap bahwa kabinet Israel masih akan memberikan suara pada Jumat mengenai kesepakatan gencatan senjata Gaza dan pembebasan sandera.

Dua anggota kabinet telah menyuarakan penentangan terhadap gencatan senjata. Di mana Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben Gvir mengancam keluar dari pemerintahan jika menyetujui kesepakatan.

Di sisi lain kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu pada Kamis menuduh Hamas mengingkari beberapa bagian perjanjian perdamaian, meski hamas mengatakan "tidak ada dasar" untuk tuduhan Israel. Netanyahu bahkan berjanji menunda pemungutan suara kabinet hingga masalah tersebut ditangani.

3. Sikap Netanyahu

Netanyahu mengatakan Kabinetnya tidak akan bertemu untuk menyetujui kesepakatan gencatan senjata Gaza. Hal ini disebabkan pihaknya menuduh kelompok perlawanan Palestina Hamas menciptakan krisis menit terakhir.

Tanpa menjelaskan lebih lanjut, kantor Netanyahu menuduh Hamas mengingkari beberapa bagian perjanjian dalam upaya "memeras konsesi menit terakhir". Diketahui, hal ini terjadi saat kabinet Israel akan meratifikasi kesepakatan tersebut pada hari Kamis.

4. Respons Hamas

Wakil kepala Biro Politik Hamas, Khalil al-Hayya mengucapkan terima kasih kepada Iran dan Front Perlawanan- Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan gerakan perlawanan Irak- setelah tercapainya gencatan senjata itu. Ia menyebut ketiganya terus memberi dukungan terhadap wilayah pesisir itu, termasuk selama "perang genosida yang dilakukan rezim Israel".

"Terima kasih kepada Republik Islam, gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon, Angkatan Bersenjata Yaman, dan Perlawanan Irak," katanya dimuat Press TV.

Secara khusus, ia memuji Hizbullah karena kelompok itu, katanya, telah "mempersembahkan ratusan martir, pemimpin, dan pejuang" di perang yang menurutnya "jalan menuju (pembebasan kota suci yang diduduki) al-Quds". Menurutnya, hal suci telah dipimpin Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah sebelum tewas.

Sementara, pemimpin senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan pada hari Kamis bahwa 'tidak ada dasar' untuk tuduhan Israel bahwa kelompok militan Palestina itu menarik kembali unsur-unsur gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera yang diumumkan sehari sebelumnya.

"Tidak ada dasar untuk klaim (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu tentang gerakan itu yang menarik kembali ketentuan-ketentuan dalam perjanjian gencatan senjata," kata Abu Zuhri kepada AFP.

5. Israel Terus Bombardir Gaza

Israel masih terus melancarkan serangan ke wilayah Gaza, Palestina, untuk menyerang milisi bersenjata Hamas, Kamis (16/1/2025). Hal ini terjadi saat keduanya sudah menyepakati poin gencatan senjata yang akan berlaku pada hari Minggu pekan ini.

Serangan udara Israel terus berlanjut sepanjang malam dan Kamis dini hari. Pejabat kesehatan Gaza menyebut serangan ini menewaskan sedikitnya 46 warga Palestina.

Di sisi lain, pada hari Kamis, militan Gaza menembakkan roket ke Israel. Serangan ini tidak menimbulkan korban jiwa.

Dalam unggahan di media sosial, sejumlah warga Gaza juga mendesak warga lainnya untuk lebih berhati-hati karena yakin Israel dapat meningkatkan serangan dalam beberapa hari ke depan untuk memaksimalkan keuntungan sebelum gencatan senjata dimulai.

6. Tanggapan Rusia

Rusia ikut buka suara terkait kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza. Negeri Beruang Merah berharap hal itu dapat membawa "stabilisasi jangka panjang" dan menciptakan kondisi untuk "penyelesaian politik yang komprehensif" antara Israel dan Palestina.

Kremlin mengatakan bahwa pihaknya "menyambut" kesepakatan tersebut, meskipun menunjukkan sikap hati-hati setelah tuduhan Israel bahwa Hamas mundur dari kesepakatan yang rapuh ini.

"Setiap penyelesaian yang mengarah pada gencatan senjata, mengakhiri penderitaan rakyat Gaza, dan meningkatkan keamanan Israel hanya bisa disambut," kata juru bicara Presiden Vladimir Putin, Dmitry Peskov. "Tetapi mari kita tunggu finalisasi dari proses tersebut," tambahnya.

7. Respons Negara Tetangga

Rencana gencatan senjata Israel-Hamas pun mendapatkan respon dari beberapa negara sekitar. Kementerian luar negeri Arab Saudi menekankan "perlunya mematuhi perjanjian dan menghentikan agresi Israel di Gaza," menyerukan "penarikan penuh pasukan pendudukan Israel dari Jalur (Gaza) dan semua wilayah Palestina dan Arab lainnya dan pengembalian para pengungsi ke wilayah mereka".

Sementara Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menyerukan "masuknya bantuan kemanusiaan yang mendesak" ke Gaza. Ia mengatakan kesepakatan itu menyusul "upaya keras" oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safa meminta negara-negara besar dunia untuk memastikan pengiriman bantuan yang "cukup dan berkelanjutan" ke Gaza.

Di sisi lain. Kementerian Luar Negeri Irak menekankan "perlunya segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza dan wilayah Palestina" dan "mengintensifkan upaya internasional untuk membangun kembali" wilayah yang rusak selama serangan Israel ke Gaza.

8. Sikap Trump dan Kelanjutan Normalisasi Arab-Israel

Perdamaian ini sendiri terjadi saat Donald Trump kembali akan dilantik sebagai presiden AS pada 20 Januari mendatang. Trump, yang pernah memimpin AS pada 2017-2021, merupakan motor normalisasi antara dunia Arab dengan Israel.

Trump sendiri mengaku 'sangat gembira' dengan kesepakatan itu seraya menyatakan timnya akan 'terus bekerja sama erat dengan Israel dan sekutu kami' untuk memastikan Gaza bebas teror, memperluas perdamaian Timur Tengah (Timteng).

Mengutip Reuters dan laman Times of Israel, ia bahkan sesumbar akan menggunakan momentum itu untuk memperluas kesepakatan Abraham Accords (Perjanjian Abraham), yang membuka hubungan normalisasi antara Israel dengan sejumlah negara Arab.

"Dengan kesepakatan ini, tim Keamanan Nasional saya, melalui upaya Utusan Khusus untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, akan terus bekerja sama dengan Israel dan sekutu kami untuk memastikan Gaza TIDAK PERNAH lagi menjadi tempat berlindung yang aman bagi teroris," tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

"Kami akan terus menggalakkan PERDAMAIAN MELALUI KEKUATAN di seluruh kawasan, seraya kami membangun momentum gencatan senjata ini untuk lebih memperluas Perjanjian Abraham yang bersejarah," imbuhnya, merujuk pada perjanjian yang menormalisasi hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

"Perjanjian gencatan senjata EPIC ini hanya dapat terjadi sebagai hasil dari Kemenangan Bersejarah kita pada bulan November, karena hal itu memberi isyarat kepada seluruh Dunia bahwa Pemerintahan saya akan mencari Perdamaian dan menegosiasikan kesepakatan untuk memastikan keselamatan semua orang Amerika, dan Sekutu kita," lanjut Trump.

9. Respons RI

Dalam unggahan di akun X resmi Kementerian Luar Negeri RI, @Kemlu_RI, pemerintah menyatakan menyambut baik kesepakatan gencatan senjata tersebut. Menurutnya, hal itu sesuai dengan tuntutan Indonesia dan masyarakat internasional.

"Implementasi kesepakatan tersebut harus dilaksanakan segera dan secara menyeluruh demi terhentinya korban jiwa di Gaza," tulis Kemlu, Kamis.

Pemerintah menambahkan penting untuk memulihkan kehidupan masyarakat di Gaza melalui akses penuh penyaluran bantuan kemanusiaan, termasuk pemulihan peran UNRWA, serta rekonstruksi Gaza.

"Perdamaian di Palestina tidak dapat dicapai tanpa penghentian penjajahan Israel, serta berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, sesuai solusi dua negara berdasarkan parameter internasional yang telah disepakati," pungkas Kemlu.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Deal! Israel-Hamas Mulai Gencatan Senjata pada 19 Januari 2025

Next Article Ini Update Baru Gencatan Senjata Gaza, Sikap AS, Hamas & Israel

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|