Presiden Palestina Mahmoud Abbas mendukung PBB menjalankan implementasi solusi dua negara.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK— Presiden Palestina Mahmoud Abbas membuat komitmen yang berkaitan dengan isu-isu politik dan domestik Palestina yang sensitif.
Hal ini dia sampaikan dalam pidatonya melalui telekonferensi pada Konferensi Internasional Tingkat Tinggi tentang Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara di New York pada Selasa (23/9/2025).
Apakah ini merupakan tindakan keterampilan dan manuver politik? Atau sebagai imbalan atas pengakuan Palestina oleh sejumlah negara? Atau sebagai antisipasi atas berdirinya negara Palestina?
Dalam pidatonya, Presiden Palestina mengecualikan sebagian besar segmen dari kancah politik di masa depan. Dia berjanji untuk tidak melibatkan Hamas dalam memerintah Gaza dan bahkan menarik senjatanya sekaligus senjata-senjata faksi-faksi perlawanan yang ada di Gaza sehari setelah perang.
Melalui janji ini, mengindikasikan pembentukan sistem kesejahteraan sosial yang terpadu setelah membatalkan semua pembayaran sebelumnya kepada keluarga tahanan dan para syuhada, serta mereformasi kurikulum pendidikan sesuai dengan standar UNESCO.
Dia juga berjanji mengadakan pemilihan presiden dan parlemen dalam waktu satu tahun setelah berakhirnya perang dan menyusun konstitusi sementara dalam waktu tiga bulan untuk memastikan transisi dari sistem otoritas ke kenegaraan.
Dia ingin sekaligus memastikan tidak ada pihak atau individu yang tidak mematuhi program politik dan kewajiban internasional PLO, legitimasi internasional, dan pengawasan internasional yang akan berpartisipasi.
Manuver atau kompromi?
Menurut analis politik Bassem al-Tamimi, presiden Palestina tersebut berbicara kepada dunia dan para sahabat yang mengumumkan pengakuan mereka terhadap negara Palestina, serta langkah-langkah untuk menghentikan genosida, mendirikan negara di lapangan, dan menjatuhkan sanksi terhadap negara pendudukan.