Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya, PT PP Properti Tbk (PPRO) buka suara perihal adanya pernyataan penolakan terhadap keputusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) obligasi miliknya. Pihaknya mengatakan penyelesaian proses PKPU tersebut menjadi langkah signifikan dalam upaya restrukturisasi perusahaan.
Sebelumnya PPRO telah menjadi pihak dalam perkara PKPU yang diajukan oleh PT Karya Usaha Baru dan PT Nusantara Chemical Indonesia dan kemudian dikabulkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kuasa hukum PPRO Triangga Kamal dari Kantor Hukum Kyora mengatakan, pada proses PKPU itu, total utang yang berhasil direstrukturisasi mencapai sekitar Rp 15,2 triliun. Dari total utang tersebut, 100% dari total tagihan kreditor perbankan telah menyetujui rencana perdamaian yang diajukan, memberikan jalan bagi perusahaan untuk kembali stabil secara finansial.
"Selain itu, 90% dari total tagihan kreditor konsumen dan vendor juga menyetujui rencana perdamaian yang disusun oleh manajemen perusahaan," tutur Triangga, kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/2/2025).
Penyelesaian proses PKPU ini, kata Triangga, merupakan langkah PPRO dalam memperbaiki kondisi keuangan dan memperkuat posisi perusahaan di pasar. Dengan adanya persetujuan ini, diharapkan PPRO dapat melanjutkan operasionalnya dengan lebih baik dan fokus pada pertumbuhan bisnis ke depannya.
"Keputusan ini juga merupakan hasil dari kerja keras manajemen PPRO yang telah berkomunikasi intensif dengan seluruh kreditor untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak," tambah Triangga.
Melalui rencana perdamaian yang telah disetujui itu, lanjut Triangga, PPRO dapat mengatur kembali kewajiban utangnya dan memperkuat posisi likuiditasnya.
"Dengan selesainya proses PKPU ini, PPRO berkomitmen untuk terus memberikan kontribusi positif dalam pembangunan nasional dan menjaga hubungan yang baik dengan kreditor serta mitra bisnisnya," tutup Triangga.
Seperti diketahui, sebelumnya sekelompok pemegang obligasi, PT PP Properti Tbk (PPRO) menolak keputusan penyelesaian PKPU dengan merubah metode pembayaran bunga serta pokok utang obligasinya menjadi obligasi konversi (convertible bonds). Jumlah pemegang obligasi (Konkuren) yang menolak sebanyak 34 kreditor dengan total tagihan Rp 1.036.485.138.081. Konkuren melakukan penolakan namun kalah dalam voting pengambilan keputusan penyelesaian pembayaran obligasi BUMN tersebut.
PT PP Properti Tbk (PPRO) sendiri menunda pembayaran bunga ke-11 Obligasi Berkelanjutan II PP Properti Tahap IV Tahun 2022 Seri B yang seharusnya jatuh pada 14 Oktober 2024. Obligasi ini sendiri memiliki nilai pokok Rp 163,5 miliar dan bunga 10,60% per tahun, dan sedianya jatuh tempo pada 14 Januari 2025.
Penundaan ini dilakukan karena Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan PPRO dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara selama 45 hari sejak 7 Oktober 2024 lalu.
Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, keputusan akhirnya PPRO mengubah skema pembayaran obligasi tertunggak menjadi obligasi konversi yang akan dilaksanakan segera setelah tanggal efektif. Adapun tingkat bunga restrukturisasi yang akan dibayarkan sebesar 0,5% per tahun, dan sebesar 0,5% per tahun ditangguhkan dengan jangka waktu penyelesaian 20 tahun, termasuk grace period serta bunga tertunggak akan dihapuskan.
(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ricuh Trump 2.0,Penggalangan Dana di Pasar Modal Masih Menarik?
Next Article Begini Rencana Restrukturisasi BUMN Karya dan Pembagian Tugasnya