Alasan dan Skema Merger Pelita Air dan Garuda

2 hours ago 13

Alasan dan Skema Merger Pelita Air dan Garuda Prosesi operasional perdana Pelita Air. - Istimewa

Harianjogja.com, JAKARTA—PT Pertamina (Persero) bakal melebur anak usahanya, termasuk sektor penerbangan, di mana Pelita Air rencananya akan merger ke PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengungkapkan sejumlah alasan spin-off unit bisnis yang dilakukan di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tersebut.

Dia menyebut, spin-off dilakukan lantaran Pertamina akan lebih fokus pada core business atau bisnis inti, yakni pada bidang oil and gas (minyak dan gas) dan renewable energy (energi terbarukan).

"Semua langkah tersebut dilakukan demi menjaga reputasi perusahaan dan memperkuat kepercayaan stakeholder, melakukan advokasi kebijakan yang kuat, dan komunikasi efektif," kata Simon di depan anggota DPR, dikutip pada Minggu (14/9/2025).

Simon menyatakan perseroan juga bakal melakukan optimasi proses bisnis di seluruh lini. Dengan begitu, seluruh aktivitas bisnis bisa berjalan efisien dan efektif.

Selain Pelita Air yang bakal dilebur dengan perusahaan pelat merah serupa. Pertamina juga bakal mengintegrasikan tiga subholding untuk memaksimalkan kinerja di sektor hilir migas.

Adapun, ketiga perusahaan itu adalah PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dan PT Pertamina International Shipping (PIS).

Berdasarkan catatan Bisnis, sejatinya rencana merger Garuda Indonesia dan Pelita Air itu sudah mencuat sejak Agustus 2023 lalu. Adapun, tujuan dari penggabungan Grup Garuda Indonesia dengan Pelita Air adalah sebagai upaya efisiensi Kementerian BUMN untuk menekan biaya logistik di sektor penerbangan.

Meski demikian, terdapat kekhawatiran akan ‘tertularnya’ kondisi keuangan Garuda Indonesia terhadap Pelita Air yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 81,34% pada 2024 dan pencapaian laba untuk pertama kalinya sepanjang sejarahnya.

Sepanjang 2024, tingkat keterisian kursi (seat load factor) Pelita Air mencapai 81%, ditambah ketepatan waktu penerbangan yang konsisten di atas 90%. Pelita Air juga telah memulai penerbangan internasionalnya pada Agustus lalu, dengan rute perdana Jakarta-Singapura.
Skema Merger

Berdasarkan catatan Bisnis, rencana merger Garuda Indonesia dan Pelita Air itu telah mengemuka sejak Agustus 2023. Kala itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, Garuda Indonesia (GIAA) telah berhasil diselamatkan setelah terancam dibubarkan. Dia mengatakan, GIAA pada akhirnya dipertahankan karena Indonesia perlu tetap memiliki maskapai penerbangan nasional (flag carrier).

Sementara Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan rencana merger Pelita Air dengan Citilink masih dalam tahap kajian dan terus dibahas oleh Kementerian BUMN serta pihak terkait lainnya.

Tiko menuturkan Kementerian BUMN sejauh ini mempertimbangkan dua opsi atau skema untuk penggabungan kedua maskapai pelat merah ini.

Skema pertama, lisensi penerbangan reguler Pelita Air akan dialihkan ke Citilink yang merupakan anak usaha Garuda Indonesia. Adapun, skema kedua, ialah ketiga maskapai yakni Pelita Air, Garuda dan Citilink akan diintegrasikan ke Holding BUMN Aviasi dan Pariwisata, yakni InJourney.

"Ini tergantung dari kemampuan Garuda untuk restrukturisasi, kita akan kaji sampai akhir tahun apakah Garuda sudah sehat akhir tahun ini," kata Tiko, dikutip Selasa (7/11/2023).

Nyatanya hingga akhir 2024 pun rencana merger masih abu-abu. Pada akhirnya September 2025, isu merger kembali mencuat seiring arahan penggabungan lini maskapai pelat merah di bawah BPI Danantara.
Sejarah Pelita Air

Untuk diketahui, PT Pelita Air Service (PAS) resmi mengumumkan jadwal operasi perdananya pada 28 April 2022, dengan rute perdana Jakarta–Bali.

Meski baru tiga tahun melayani penerbangan komersial, sejatinya Pelita Air mencatat telah berdiri sejak 1970 di Indonesia, dengan sejarah berdasarkan eksplorasi dan eksploitasi lapangan minyak dan gas alam.

Pendirian Pelita Air berawal dari kebutuhan Pertamina untuk mendukung kegiatan eksplorasi, eksploitasi, kargo, serta transportasi migas dan/atau personel. Awalnya pada 1963, Pertamina membuat departemen layanan udara yang disebut Pertamina Air Service.

BACA JUGA: Pelita Air Dapat Penghargaan ketepatan Waktu

Pada 1970 atau 7 tahun setelahnya, Pertamina menutup departemen layanan udara dan sebagai gantinya mendirikan PT Pelita Air Service (PAS), anak perusahaan otonom untuk menyediakan operasi penerbangan berkelanjutan.

Maskapai ini kemudian diberi misi melakukan operasi penerbangan untuk melayani dan mengkoordinasikan operasi penerbangan secara ekonomis dalam industri migas di Indonesia melalui penerbangan charter dan kegiatan terkait. Termasuk kegiatan transmigrasi, pemadam kebakaran, pengungsi, palang merah, tumpahan minyak, foto udara, transportasi kargo.

Selanjutnya, layanan Pelita Air diperluas ke penerbangan untuk VVIP, lepas pantai, evakuasi medis, operasi seismik, survei geologi, helirig, pilot helikopter untuk disewa, dukungan dan pelatihan. Selama beberapa dekade, Pelita Air melayani jasa penerbangan bagi beberapa perusahaan migas di Indonesia, baik perusahaan asing maupun domestik.

Saat ini, penerbangan komersial dilayani oleh armada Airbus A320. Selain itu, Pelita Air juga mengoperasikan armada rotary wing dan fixed wing untuk melayani penerbangan di seluruh wilayah Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|