Alasan Nasabah Jadi Tanggung 10% Biaya Klaim Berobat Pakai Asuransi

23 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai penerapan sistem co-payment dalam asuransi kesehatan bisa meminimalisir fraud dan moral hazzard yang biasa terjadi saat pemegang polis berobat di rumah sakit.

Direktur Eksekutif AAUI Cipto Hartono mengatakan, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) 7/2025 tentang asuransi kesehatan mengatur agar perusahaan asuransi harus mempunyai sistem yang mampu mendeteksi fraud. Hal ini untuk meminimalisir kasus seperti overcharge dari rumah sakit.

Selain itu, aturan terbaru ini juga diharap bisa menekan potensi penyalahgunaan manfaat asuransi oleh nasabah akibat merasa "terlindungi sepenuhnya". Kondisi ini kerap dianggap sebagai perilaku aji mumpung, di mana nasabah mengklaim manfaat asuransi bukan berdasarkan kebutuhan mendesak, melainkan karena merasa rugi jika tidak dimanfaatkan.

Jika perilaku ini terjadi secara masif, perusahaan asuransi bisa menanggung beban klaim berlebih yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan premi atau penyesuaian manfaat bagi seluruh peserta.

"Jadi misalnya, ditemukan kasus kok ada sampai 80 kali gitu berobat dalam setahun, ketika dibedah sebenarnya gak fraud, tapi karena orangnya malas, karena gak mau reimburse ketika dia cuma mau suntik insulin gitu," pungkas Cipto dalam Konferensi Pers AAUI, di Jakarta, Jumat, (13/6/2025).

Meski proses identifikasi fraud semacam ini telah dilakukan sebelum adanya SE OJK ini, namun dalam aturan terbaru, OJK menjadi memiliki hak untuk mengaudit proses identifikasi fraud yang dilakukan perusahaan.

Bila dengan ini ekosistem kesehatan dan perilaku pempol membaik, pemberlakuan co payment dinilai bisa menekan kenaikan harga premi di kemudian hari, sekitar 3%-5%.

"Tapi apakah preminya akan turun dari yang sekarang? Belum tentu juga. Karena premi yang sekarang ini kan tergantung dari profil yang sebelumnya. Jadi kalau premi yang sekarang ini udah tinggi, ya udah pasti naik. Tapi dengan adanya co-payment, naiknya gak setinggi dulu katanya," sambungnya.

Sebagaimana diketahui, dalam SE OJK 7/2025, produk Asuransi Kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim.

Meski demikian, OJK mengatur adanya batas maksimum sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp3.000.000 per pengajuan klaim untuk rawat inap.

Lalu, meski produk asuransi kesehatan tersebut digabung dengan asuransi lain dalam sistem koordinasi manfaat (cob), nilai pembagian risikonya paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dihitung dari total pengajuan klaim yang menjadi kewajiban Perusahaan Asuransi.

Aturan co-payment ini hanya berlaku untuk Produk Asuransi Kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan Produk Asuransi Kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care) tingkat lanjutan.

Meski demikian sistem co-payment ini dikecualikan untuk Produk Asuransi Mikro. Untuk diketahui, produk ini adalah perlindungan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Ini Bocoran Aturan Kerja Sama BPJS & Asuransi Swasta

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|