Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau ambles hingga 1% lebih pada perdagangan sesi I Senin (3/2/2025), di mana pergerakan IHSG akan dipengaruhi oleh sentimen ekonomi domestik dan global, terutama data inflasi dan penerapan kebijakan tarif impor di Amerika Serikat (AS).
Per pukul 09:44 WIB atau sepuluh menit setelah sesi I dibuka, IHSG ambles 1,4% ke posisi 7.009. IHSG nyaris turun ke bawah level psikologis 7.000 pada awal sesi I hari ini.
Nilai transaksi IHSG pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 1,5 triliun dengan volume transaksi mencapai 1,9 miliar lembar saham dan ditransaksikan sebanyak 133.796 kali.
Secara sektoral, sektor properti dan kesehatan menjadi penekan terbesar IHSG di awal sesi I hari ini yakni masing-masing mencapai 2,13% dan 1,37%. Meski demikian, penurunan terbesar masih tetap dicatatkan oleh emiten-emiten blue chip.
Sementara dari sisi saham, dua emiten perbankan raksasa menjadi penekan terbesar yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang melemah 3,32% dengan kontribusi koreksi ke IHSG mencapai 15,4 indeks poin. Lalu ada emiten milik Prajogo Pangestu, Barito Renewables Energy (BREN) yang melemah 4% dan berkontribusi atas penurunan 11,28 indeks poin.
Kemudian ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang sebesar 9,81 indeks poin dan emiten properti milik Aguan, Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), yang ambles 16% atau nyaris menyentuh batas auto reject bawah (ARB) dengan kontribusi pemelahan ke IHSG mencapai 9,13%.
Sementara itu sejumlah emiten blue chip lainnya seperti Telkom Indonesia (TLKM), Amman Mineral Internasional (AMMN) dan GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) ikut memperberat laju IHSG.
Sebagai catattan, IHSG dibuka ambles hingga 1%, setelah melewati pekan yang pendek di mana perdagangan IHSG pada pekan lalu berlangsung hanya dua hari, pasar akan bersiap untuk mencermati sentimen pasar pada pekan ini yang cukup ramai.
Sentimen Pasar
Dari dalam negeri, pengumuman data pertumbuhan ekonomi 2024, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur, serta data Indeks Harga Konsumen (IHK) akan menjadi perhatian utama. Sementara dari eksternal, Non-Farm Payroll (NFP) Amerika Serikat (AS) di akhir pekan ini akan menjadi data yang ditunggu pelaku pasar.
Pidato sejumlah pejabat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) serta tarif perdagangan dari Donald Trump juga akan menjadi katalis utama bagi pergerakan pasar global pekan ini.
Seperti diketahui, Wakil Ketua The Fed, Philip N. Jefferson akan berbicara pada Economics Department Special Lecture, Lafayette College, Easton, Pennsylvania, Gubernur Michelle W. Bowman akan berbicara pada Kansas Bankers Association Harold A. Stones Government Relations Conference.
Badan Pusat akan mengumumkan data inflasi Januari 2025 pada hari ini, Senin (03/02/2025) dan inflasikali ini tampaknya akan dipicu kenaikan harga cabai, rokok, serta bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Konsensus pasar yang dihimpunCNBC Indonesiadari 12 institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) diproyeksi akan naik atau mengalami inflasi secara bulanan (month to month/mtm) sebesar 0,30% pada Januari 2025. Sementara secara tahunan (year on year/yoy), inflasi diproyeksi akan menembus 1,85%.
Konsensus CNBC Indonesia juga memperkirakan inflasi inti pada Januari 2025 akan berada di 2,27% (yoy)
Sebagai catatan, inflasi Desember 2024 tercatat 0,44% (mtm) dan secara tahunan mencapai 1,57%.
Kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menjelaskan inflasi Januari akan didorong oleh kelompok bahan pangan, terutama cabai dan bawang.
"Harga BBM pada Januari juga naik," tutur Andry, kepadaCNBC Indonesia.
Sebagai catatan, Badan Usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM), yakni PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, BP-AKR kompak menaikkan harga produk BBM-nya di seluruh SPBU yang ada di Indonesia. Penyesuaian harga tersebut berlaku mulai 1 Januari 2025.
Harga BBM non subsidi jenis Pertamax (RON 92), Pertamax Green 95 (RON 95), Pertamax Turbo (RON 98), Dexlite, dan Pertamina Dex resmi mengalami kenaikan harga per 1 Januari 2025.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna situmorang, menjelaskan inflasi disebabkan faktor musiman yang mempengaruhi harga barang.
Masih pada hari yang sama, S&P Global akan merilis data PMI Manufaktur periode Januari 2025.
Seperti diketahui, data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 51,2 pada Desember 2024. Angka ini memastikan PMI Indonesia kembali ke jalur ekspansif setelah terkontraksi selama lima bulan.
Seperti diketahui, PMI Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama lima bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), Oktober (49,2), dan November 2024 (49,6).
Ini menandai pertumbuhan pertama dalam aktivitas manufaktur sejak Juni, dengan output yang tumbuh secara moderat tetapi lebih cepat dibandingkan November.
Dari global, Presiden Trump akhirnya menerapkan kenaikan tarif impor yang telah lama direncanakannya atas barang-barang dari Kanada, Meksiko, dan China. Tarif tersebut diharapkan mulai berlaku pada Selasa, 4 Februari 2025.
Pada Sabtu lalu, Trump menandatangani perintah yang mengenakan tarif sebesar 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada, serta bea masuk sebesar 10% atas produk China.
Menanggapi hal ini, pemerintah China mengecam pengenaan tarif bea masuk tambahan sebesar 10% atas barang ekspornya. Kendati dikenakan tarif yang lebih tinggi, China tetap membuka pintu untuk perundingan dengan AS.
Selain China, Kanada dan Meksiko juga menanggapi aksi Trump yang telah menandatangani pengenaan tarif impor dari ketiga negara tersebut.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan negaranya akan membalas tarif baru Trump dengan mengenakan tarif sebesar 25% pada barang-barang AS mulai dari minuman hingga peralatan.
Adapun, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum telah memerintahkan tarif pembalasan. Dalam posting yang panjang di X, Sheinbaum mengatakan pemerintahnya menginginkan dialog daripada konfrontasi dengan tetangganya ini, tetapi Meksiko terpaksa menanggapi dengan cara yang sama.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Saham Konglomerat Banyak Diburu, Hati-Hati Rawan Longsor!
Next Article Terbebani Saham Bank Raksasa, IHSG Ambruk 1,2% di Sesi I