Jakarta, CNBC Indonesia - Harga cabai rawit merah mengalami lonjakan yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian (Kementan) Andi Muhammad Idil Fitri mengungkapkan, meskipun harga di tingkat konsumen dan petani meningkat tajam, neraca ketersediaan cabai nasional sebenarnya masih dalam kondisi surplus.
Katanya, berdasarkan laporan early warning system Kementan, neraca bulanan dan kumulatif untuk cabai rawit serta cabai merah besar menunjukkan kondisi surplus.
"Rata-rata harga cabai rawit di 2 minggu ini melenting naik jauh signifikan seperti itu, baik untuk harga konsumen maupun di tingkat petani. Namun kalau melihat early warning system Kementan, neraca bulanan maupun neraca kumulatif kita masih surplus. Di bulan Januari, neraca produksi cabai rawit tercatat surplus 23.349 ton, sementara cabai besar mencapai 36.426 ton yang tersebar di seluruh Indonesia," jelas Muhammad Idil dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi, Senin (13/1/2025).
Sebagai informasi, hari ini, Senin (13/11/2025), Panel Badan Pangan mencatat, harga cabai rawit merah naik Rp60 ke Rp74.260 per kg dan cabai merah keriting naik Rp450 ke Rp50.610 per kg. Harga tersebut adalah rata-rata nasional harian di tingkat eceran, data dikutip pukul 12.53 WIB.
Di saat bersamaan, Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga cabai rawit merah turun Rp6968 ke Rp111.899 per kg dan cabai merah keriting turun Rp481 ke RpRp72.552 per kg.
Faktor Utama Penyebab Lonjakan Harga
Muhammad Idil menyebutkan cuaca ekstrem menjadi biang kerok utama kenaikan harga cabai. Beberapa wilayah sentra produksi seperti Wajo, Sidrap, Sukabumi, dan Temanggung mengalami banjir yang merusak hingga 70-80% lahan pertanian.
"Selain banjir, curah hujan tinggi menyebabkan lahan pertanaman tergenang, sementara longsor di Sukabumi dan angin kencang di Semarang turut memperparah kondisi," ujarnya.
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), sebutnya, juga menjadi tantangan besar. Cabai, yang sangat rentan terhadap serangan OPT, mengalami penurunan produktivitas akibat kondisi tersebut.
"Kita tahu bahwa komoditas cabai ini sangat-sangat rentan terhadap serangan OPT," ucap dia.
Selain faktor cuaca dan serangan OPT, Muhammad Idil menyebut harga jual rendah yang sempat terjadi sebelumnya menyebabkan banyak petani tidak merawat tanamannya yang siap panen. Beberapa petani bahkan beralih ke komoditas lain, terutama petani baru yang kurang terbiasa menanam cabai rawit.
Untuk meredam kenaikan harga, Kementan telah menggelar rapat koordinasi bersama pemangku kepentingan terkait, termasuk Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan pelaku produsen cabai, dalam mengambil langkah-langkah strategis, seperti Gerakan Pangan Murah (GPM), Optimalisasi Sentra Green House (SGH) di 368 unit, serta budidaya cabai di rumah tangga dengan menyediakan 24.000 polybag di 24 kabupaten.
"Ada 24.000 polybag yang kami sampaikan, 1.000 per kabupaten yang ada di sana. Itu tentunya membantu terkait dengan aneka cabai yang ada di sana," tukasnya.
Adapun untuk langkah responsif jangka pendek, lanjut Aidil, pihaknya sudah meminta para Champion cabai untuk mengkonsolidasikan kepada mitra-mitranya untuk merespon lonjakan harga yang terjadi beberapa pekan ini.
"Kemudian kita akan melakukan gerakan aksi hadirkan cabai dengan harga petani. Volume yang direncanakan berkisar 200 kg per hari per lokasi. Ini dari Garut, Cianjur, Sumedang, Bandung, sampai dengan Sorok, itu kita akan lakukan. Hal ini sudah dilakukan di Lombok Timur, kemudian juga di Banjarnegara," kata Muhammad Idil.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Biang Kerok Harga Cabai Meroket Setara Daging Sapi!
Next Article RI Produksi Cabai 3 Juta Ton Setahun, Musim Kering Tahun Ini Aman?