Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah kontroversial yang diambil oleh Presiden Donald Trump segera setelah dilantik kembali ke Gedung Putih memicu reaksi hukum yang keras dari berbagai negara bagian yang dipimpin oleh Demokrat serta kelompok hak sipil. Salah satu perintah eksekutif yang paling diperdebatkan adalah upaya untuk menghapuskan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran (birthright citizenship) di Amerika Serikat.
Koalisi yang terdiri dari 22 negara bagian yang dipimpin oleh Demokrat, bersama dengan Distrik Columbia dan kota San Francisco, mengajukan gugatan hukum di pengadilan federal di Boston pada Selasa lalu. Gugatan ini berargumen bahwa upaya Presiden Trump untuk mengakhiri kewarganegaraan berdasarkan kelahiran adalah pelanggaran terang-terangan terhadap konstitusi AS.
"Jaksa agung negara bagian telah mempersiapkan diri untuk tindakan ilegal seperti ini, dan gugatan segera ini mengirimkan pesan yang jelas kepada pemerintahan Trump bahwa kami akan memperjuangkan hak-hak dasar konstitusional warga kami," kata Jaksa Agung New Jersey, Matthew Platkin, dalam sebuah pernyataan, dilansir dari The Guardian, Rabu (22/1/2025).
Gugatan ini diikuti oleh dua kasus serupa yang diajukan oleh American Civil Liberties Union, organisasi imigran, dan seorang ibu hamil dalam beberapa jam setelah Trump menandatangani perintah eksekutif tersebut. Kelompok-kelompok ini menegaskan bahwa perintah eksekutif tersebut melanggar klausul kewarganegaraan dalam Amandemen ke-14 Konstitusi AS, yang menyatakan bahwa siapapun yang lahir di Amerika Serikat adalah warga negara.
Pengaduan tersebut mengutip putusan Mahkamah Agung AS pada tahun 1898 dalam kasus United States v Wong Kim Ark, yang menegaskan bahwa anak-anak yang lahir di Amerika Serikat dari orang tua non-warga negara berhak atas kewarganegaraan AS.
Menurut kantor Jaksa Agung Massachusetts, Andrea Joy Campbell, jika dibiarkan, perintah Trump ini akan menyebabkan lebih dari 150.000 anak yang lahir setiap tahun di Amerika Serikat kehilangan hak kewarganegaraan mereka untuk pertama kalinya.
"Presiden Trump tidak memiliki wewenang untuk mencabut hak-hak konstitusional," kata Campbell dalam sebuah pernyataan.
Kebijakan Imigrasi dan Pegawai Federal
Perintah eksekutif yang memicu gugatan ini mengarahkan lembaga-lembaga federal untuk tidak mengakui kewarganegaraan AS bagi anak-anak yang lahir di Amerika Serikat dari ibu yang berada di negara tersebut secara ilegal atau sementara, seperti pemegang visa, dan ayah mereka bukan warga negara atau penduduk tetap yang sah.
Selain itu, gugatan lain yang diajukan oleh National Treasury Employees Union menantang perintah eksekutif Trump yang memudahkan pemecatan pegawai lembaga federal dan menggantikan mereka dengan loyalis politik. Gugatan ini menyoroti dampak perintah tersebut terhadap perlindungan pekerjaan bagi ribuan pegawai federal.
Adapun setiap keputusan dari hakim di Massachusetts dan New Hampshire akan ditinjau oleh pengadilan banding AS ke-1 yang berbasis di Boston, di mana lima hakim federal aktif semuanya diangkat oleh presiden dari Partai Demokrat, yang merupakan hal yang jarang terjadi secara nasional.
Langkah Trump ini mengulangi pendekatan agresifnya terhadap kebijakan imigrasi sejak masa jabatan pertamanya, namun menghadapi tantangan hukum yang kuat dari negara bagian yang dipimpin oleh Demokrat dan kelompok advokasi yang bersumpah untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara.
Dengan meningkatnya tekanan hukum, masa depan kebijakan imigrasi Trump kini berada di tangan pengadilan, yang hasilnya akan berdampak signifikan terhadap status hukum ribuan anak yang lahir di Amerika Serikat serta pegawai federal yang terancam kehilangan perlindungan pekerjaan mereka.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Mau Tangguhkan Blokir Tiktok Usai Disahkan Mahkamah Agung
Next Article Trump Bikin Heboh, Sebut Dikirim ke Bumi Selamatkan Dunia, Bawa Yesus