REPUBLIKA.CO.ID, Sengkarut pembangunan kereta cepat memiliki rekam jejak panjang sejak direncanakan hingga akhirnya kini menyisakan beban utang. Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto bahkan menegaskan pembangunan kereta cepat akan dilanjutkan. Tidak hanya untuk rute Jakarta-Surabaya melainkan sampai Banyuwangi, Jawa Timur.
Prabowo juga memastikan, pemerintah siap melunasi utang pembayaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau akrab dikenal Whoosh ke Pemerintah China. Prabowo memastikan, alokasi dana untuk pembayaran utang itu tersedia, karena ia sudah menutup celah bagi para koruptor untuk merampok uang negara.
"Jadi sudahlah, sudah saya katakan, Presiden RI, kita mampu, kita kuat, duit yang tadinya dikorupsi tidak saya kasih kesempatan," kata Prabowo usai meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Berdasarkan catatan Republika, terdapat beberapa peristiwa penting yang akhirnya mempengaruhi proses pembangunan proyek Whoosh yang menelan anggaran sekitar 7,26 miliar dolar AS (Rp126 triliun dengan kurs Rp16.699 per dolar AS). Berikut ini adalah lini masa pembangunannya dirangkum dari Pusat Data Republika:
2011-2012: Perencanaan Awal
Kajian pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mulai dilakukan oleh sejumlah pihak antara lain dari Kementerian Perhubungan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Pemprov Jawa Barat. Sementara dari sisi asing, terdapat Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang (MLIT). Pihak Jepang juga menunjuk Japan Railway Technical Service dan Yachiyo Engineering untuk menyiapkan pra-feasibility study (pra-studi kelayakan) untuk disampaikan kepada Pemerintah Indonesia. Dengan adanya Kereta Cepat Jakarta-Bandung, diharapkan waktu tempuh perjalanan kereta itu hanya sekitar 30 menit.
Gubenur Jawa Barat saat itu, Ahmad Heryawan (Aher) ikut mengawal proyek kereta cepat pertama di Indonesia itu. Aher mengatakan, pembangunan akan membutuhkan waktu lima tahun. Pembahasan dan diskusi terkait proyek tersebut terus dilakukan untuk menarik investor.
“Target kami secepatnya. Namun, semua pengusaha pasti berhitung apakah proyek itu menguntungkan atau tidak dari sisi bisnis,” kata Aher di sela-sela Milad ke-XIV PKS, 20 Mei 2012.
Aher mengatakan, pembangunan kereta cepat tersebut akan membutuhkan rel baru. Dia berharap, pembangunan rel kereta baru tersebut tak harus membebaskan lahan masyarakat, tapi memanfaatkan pinggir jalan tol. “Jadi, di samping jalan tol, ada rel kereta,” kata Aher.
2014: Jepang Ajukan Proyek Kereta Cepat
Proyek pembangunan kereta cepat disambut Jepang dengan menyodorkan konsultan yang dipimpin oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) kepada pemerintah. JICA pun intens melakukan koordinasi dengan pemerintah baik pusat maupun daerah khususnya Pemprov Jabar. Stasiun utama jalur kereta cepat itu direncanakan akan dipusatkan di Gedebage, Bandung. Selain itu, ada beberapa titik pemberhentian atau stasiun yakni di kawasan Jakarta (0km), Bekasi(26km), Cikarang (41km), Karawang (60km), Walini (101 km), Stasiun Bandung (129km), dan Gedebage (141km).
Opsi pembangunan kereta cepat tidak hanya untuk jalur Jakarta-Bandung tapi juga ke arah Cirebon hingga Surabaya.
2015: China dan Jepang Bersaing dalam Proyek Kereta Cepat
Pada 10 Agustus 2015, Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi bertemu Presiden Joko Widodo untuk menyerahkan hasil studi kelayakan proyek KA cepat Jakarta-Bandung kepada Pemerintah Indonesia.
Menurut Shaoshi, dalam delapan bulan terakhir, dua pemimpin negara sudah melakukan tiga kali pertemuan untuk meningkatkan kerja sama. "Salah satunya, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang ditandatangani nota kesepahamannya pada Maret 2015," katanya.
Pihaknya menyebut menawarkan harga yang lebih kompetitif dengan proposal yang lebih baik. "Kami jamin, bisa rampung dalam tiga tahun, groundbreaking akhir Agustus 2015 dan selesai 2018 akhir," ujar Shaoshi.
Ia mengatakan, akan dibentuk joint venture BUMN Indonesia-China untuk mengelola kereta api cepat itu dimana Indonesia akan memegang 60 persen kepemilikan saham dan sisanya dimilik China. "Kami ingin serius berbagi dengan Indonesia dalam mewujudkan kereta api cepat di Indonesia," katanya.
Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama dan menyerahkan proposal kepada pemerintah. Menurut data Bappenas, dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS. Sedangkan, China melakukan studi kelayakan setelah Jepang. Dari proposal China, kebutuhan investasi untuk pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 5,5 miliar dolar AS.

2 hours ago
2

















































