Uji Tangguh Ekonomi Indonesia dan Strategi Memanfaatkan Momentum

2 hours ago 2

Oleh : Perdana Wahyu Santosa, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Yarsi

REPUBLIKA.CO.ID, Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,04 persen pada kuartal III tahun 2025 bukan sekadar angka statistik yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), melainkan cermin dari ketahanan dan daya lenting ekonomi nasional di tengah guncangan global dan dinamika sosial dalam negeri.

Di saat banyak negara masih berjuang menahan laju perlambatan ekonomi akibat ketidakpastian geopolitik dan perubahan rantai pasok global, capaian Indonesia justru menunjukkan kemampuan beradaptasi serta kekuatan permintaan domestik yang menjadi penopang utama.

Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan mencapai Rp3.444,8 triliun, meningkat signifikan dibanding Rp3.279,5 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Dalam angka ini, tersimpan cerita tentang konsumsi masyarakat yang tetap solid, investasi yang mulai pulih, dan belanja pemerintah yang kembali mengalir di penghujung tahun.

Kinerja ekonomi yang tetap tumbuh di atas 5 persen ini juga menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter berjalan beriringan dalam menjaga stabilitas.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sempat memproyeksikan kemungkinan perlambatan di kuartal ini, antara lain karena faktor non-ekonomi seperti demonstrasi besar yang terjadi pada Agustus 2025.

Namun, fakta bahwa pertumbuhan tetap bertahan di level psikologis 5 persen menandakan bahwa fondasi ekonomi Indonesia cukup kuat.

Dalam situasi yang sering kali diuji oleh faktor eksternal dan sosial, daya tahan semacam ini menjadi aset penting bagi pemerintah dalam menjaga kepercayaan publik dan pelaku usaha terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh percepatan realisasi belanja pemerintah menjelang akhir tahun.

Ini menegaskan kembali peran strategis sektor publik sebagai pemicu aktivitas ekonomi, khususnya di tengah lemahnya ekspor akibat perlambatan global.

Ketika konsumsi rumah tangga mulai menyesuaikan diri dengan inflasi yang masih moderat, belanja pemerintah berfungsi sebagai stimulus yang mampu menggerakkan roda ekonomi di berbagai daerah, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga daya beli masyarakat.

Namun, strategi ini juga mengandung tantangan, bagaimana memastikan bahwa setiap rupiah belanja negara benar-benar produktif, efisien, dan berdampak luas pada perekonomian riil.

Sektor manufaktur

Dalam konteks struktur ekonomi, sektor manufaktur kembali membuktikan diri sebagai jangkar utama ketahanan nasional. PMI manufaktur Indonesia yang tetap berada di atas level 50 selama tiga bulan berturut-turut menunjukkan sektor ini masih berada di fase ekspansi.

Hal ini penting karena industri manufaktur bukan hanya penyerap tenaga kerja terbesar, tetapi juga pusat inovasi, rantai pasok, dan ekspor non-komoditas.

Ketika sektor ini tetap tumbuh di tengah ketidakpastian global, itu berarti Indonesia mulai menemukan keseimbangan baru antara orientasi ekspor dan kekuatan pasar domestik.

Selain juga dapat digarisbawahi bahwa permintaan dalam negeri menjadi faktor utama yang menjaga momentum ekspansi ini, sehingga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi ke depan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mampu menjaga konsumsi dan investasi di tingkat nasional.

Namun, di balik optimisme ini, perlu ada refleksi kritis. Pertumbuhan sebesar 5,04 persen memang menggembirakan, tetapi belum cukup untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah atau mempercepat transformasi ekonomi menuju nilai tambah tinggi.

Pertumbuhan di atas 6 persen secara konsisten masih dibutuhkan untuk menciptakan lompatan kesejahteraan yang nyata.

Di sinilah peran kebijakan industri, digitalisasi ekonomi, dan reformasi birokrasi menjadi sangat penting. Pemerintah harus mendorong agar belanja publik tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga mengarah pada investasi produktif seperti infrastruktur hijau, pendidikan vokasi, dan teknologi industri.

Sektor-sektor strategis seperti energi terbarukan, ekonomi digital, dan agroindustri perlu diberi ruang tumbuh melalui kebijakan fiskal yang adaptif.

Dalam konteks ini, pertumbuhan 5,04 persen harus dibaca sebagai momentum, bukan titik akhir. Pemerintah bersama dunia usaha dan akademisi perlu memastikan agar tren pertumbuhan ini diikuti oleh peningkatan produktivitas, pemerataan ekonomi, dan penyerapan tenaga kerja berkualitas.

Selain itu, penting untuk memastikan bahwa sektor-sektor baru yang tumbuh tidak menimbulkan ketimpangan regional. Daerah-daerah di luar Jawa harus menjadi bagian dari rantai nilai nasional agar kontribusi mereka terhadap PDB semakin meningkat.

Kondisi global yang masih bergejolak mulai dari ketegangan di Timur Tengah, perubahan kebijakan suku bunga di Amerika Serikat, hingga risiko resesi di beberapa negara Eropa, menuntut Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonominya.

Ketahanan pangan, kedaulatan energi, dan transformasi digital harus berjalan beriringan dengan upaya menjaga stabilitas makro. Pertumbuhan berbasis konsumsi domestik memang baik, tetapi akan lebih sehat bila disertai dengan peningkatan ekspor bernilai tambah dan substitusi impor yang efektif.

Stabilitas ekonomi

Sektor manufaktur yang kini menjadi tumpuan harus terus diberi dukungan dalam bentuk kemudahan logistik, efisiensi perizinan, serta ekosistem investasi yang kondusif.

Proyeksi lembaga keuangan seperti Danamon dan Bloomberg yang menempatkan pertumbuhan Indonesia antara 4,8 hingga 5,02 persen menunjukkan adanya konsistensi kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Meski sedikit di bawah ekspektasi pemerintah, rentang ini masih memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menjaga momentum di tengah tekanan eksternal.

Maka dapat ditekankan bahwa capaian ini menjadi landasan untuk merancang strategi yang lebih agresif di kuartal IV 2025, dengan target pertumbuhan mencapai 5,5 persen sebagaimana diharapkan oleh Menteri Keuangan.

Kunci untuk mencapai target tersebut ada pada kemampuan pemerintah menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal ekspansif dan pengendalian inflasi.

Pemerintah perlu memperkuat program padat karya dan belanja produktif, memastikan distribusi barang dan jasa berjalan lancar, serta menjaga daya beli masyarakat melalui stabilitas harga bahan pokok.

Di sisi lain, reformasi struktural harus terus digerakkan agar birokrasi tidak menjadi penghambat inovasi ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi 5,04 persen adalah sinyal bahwa fondasi ekonomi Indonesia tetap kokoh meski dihadang tantangan. Namun, agar angka ini bermakna lebih dari sekadar pencapaian statistik, ia harus diiringi oleh kebijakan yang memberdayakan, inklusif, dan berpihak pada penciptaan nilai tambah.

Indonesia sedang berada pada fase penting menuju transformasi ekonomi yang berkeadilan. Tantangan global tidak boleh menjadi alasan untuk melambat, justru menjadi dorongan untuk berinovasi dan memperkuat kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

Dengan arah kebijakan yang jelas, fokus pada produktivitas, serta keberanian melangkah di tengah ketidakpastian, Indonesia dapat menjadikan pertumbuhan 5,04 persen bukan hanya angka, tetapi simbol dari bangsa yang tangguh, berdaya, dan siap melampaui batas

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|