Bos Hotel Bongkar Alasan Pengusaha Pusing Pemerintah Pangkas Anggaran

2 months ago 22

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha bereaksi atas kebijakan pemerintah yang melakukan pemangkasan anggaran besar-besaran sampai Rp306 triliun. Dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2025, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pembatasan anggaran sampai menghemat belanja yang bersifat seremonial, perjalanan dinas, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, seminar.

Apalagi, pemangkasan ini terjadi di tengah dinamika global yang semakin kompleks, termasuk ketidakpastian geopolitik dunia. Sementara, menurut Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani, negara selalu pada kondisi yang tidak ideal untuk menempatkan pariwisata sebagai prioritas, hanya sebagai aksesoris.

Saat ditanya lanjut efek pemangkasan ini terhadap sektor pariwisata, termasuk bisnis perhotelan dan restoran di Indonesia, Hariyadi memaparkan kondisi sebenarnya. 

"Jadi memang pasar pemerintah itu untuk sektor hotel itu mencapai 40% ya, jadi secara nasional itu 40%. Sehingga itu nilainya kurang lebih sekitar Rp24,8 triliun. Itu untuk jasa akomodasi dan juga jasa untuk ruang meetingnya, kurang lebih sebesar itu," ungkapnya dalam Profit CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/2/2025).

"Jadi bisa dibayangkan kalau nilai tersebut itu hilang. Tentu tidak mudah menggantikan pangsa pasar yang 40% itu dalam waktu yang sangat singkat ini. Nah jadi memang dan efeknya itu sebetulnya tidak hanya di kami, hampir semua sektor itu juga mengalami yang sama," sambung Hariyadi.

Seperti sektor penerbangan, imbuh dia, juga mengalami kondisi serupa. Begitu juga dengan pelaku bisnis penyelenggara acara (event organizer/ EO). 

"Yang akan terkena itu seluruh mata rantai, pemasok pada sektor hotel dan restoran itu pasti terkena. Jadi itu, baik UMKM-nya, dari pertanian dan sebagainya itu akan terkena semuanya. Dan juga pendapatan asli daerah (PAD) itu juga akan tergerus. Jadi pendapatan asli daerah itu selalu kita masuk di dalam lima besar, setiap daerah. Jadi itu juga akan signifikan terjadi penurunan untuk PAD," sebutnya.

"Kalau di sektor hotel dan restoran, khususnya di hotel, jasa akomodasi, sifatnya itu lebih kepada stimulus gitu. Government spending ini betul-betul adalah stimulus untuk di daerah. Kalau ini tidak ada, pasti juga akan berdampak kepada pertumbuhan daerah tersebut," cetusnya.

Karena itu, pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah akan menyebabkan pendapatan sektor perhotelan dan restoran pun akan menyusut. Bahkan, akan terjebak dalam tren menurun.

"Dan ini kita belum tahu persis akan seperti apa ke depannya. Karena ini juga belum jelas ya, apa, kebijakan ini bagaimana. Apakah ini akan memakan waktu jangka panjang atau seperti apa. Karena kami juga dekat dengan teman-teman di pemerintahan, mereka juga bingung gitu," ujar Hariyadi.

"Karena dengan dipotong seperti itu, mereka harus melakukan kegiatan sosialisasi, kegiatan workshop, dan sebagainya. Berarti itu kan hilang semua. Dan kalau itu hilang semua, berarti kan pelayanan publiknya akan berkurang. Nah ini yang saya tidak paham ya. Ini terus akan seperti apa roda pemerintahan kita ke depan dengan tidak adanya aktivitas untuk menggerakkan kegiatan program mereka," tukasnya.

Order Langsung Nihil

Menurut Hariyadi, akibat pemangkasan anggaran yang diumumkan Januari 2025 lalu, dampaknya pun langsung terasa. 

"Kebetulan memang di kuartal pertama itu relatif memang lebih sepi dibandingkan tiga kuartal yang lainnya. Tapi begitu adanya pengumuman tersebut, Inpres tersebut keluar, itu ya sudah langsung tidak ada. Tidak ada sama sekali bookingan dari sektor pemerintah. Bahkan BUMN juga ikut-ikutan juga mas. Ini juga unik juga," bebernya. 

"BUMN tidak ada kaitannya. Ternyata BUMN juga tidak melakukan kegiatan. Dan, pemerintah daerah itu kan juga pemotongannya relatif kecil ya. Kalau saya tidak salah, dari dana transfer ke daerah itu hanya dipotong Rp50 triliun ya. Tapi di daerah juga sekarang sama, mengurangi kegiatan. Jadi ini semuanya mengalami mode untuk tidak melakukan aktivitas. Seperti itu kondisi di lapangan," jelas Hariyadi. 

Akibat kondisi itu, ungkapnya, pelaku usaha pun mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi efek domino. 

"Ya, jadi memang mau tidak mau kita harus melakukan upaya-upaya efisiensi. Karena kita tidak bisa berharap bahwa pemerintah lalu serta merta mereka melonggarkan anggaran.  Misalnya hilang betul-betul 50%, kami akan pangkas biaya operasional kami sampai dengan 50%. Untuk kita bisa survive," kata Hariyadi. 


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Hemat APBN, Rp24 Triliun Pendapatan Bisnis Hotel Lenyap

Next Article Tiru Singapura, Luhut Beberkan Jurus Negara Hemat Anggaran 30-40%

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|