Jakarta, CNBC Indonesia - Mencari pekerjaan di tengah ketidakpastian ekonomi kini bukan perkara mudah. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih terjadi di Indonesia membuat banyak orang harus memutar otak untuk mencari penghasilan baru.
Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, pada Agustus 2025 terdapat 830 pekerja yang terkena PHK. Pada Juli 2025, jumlahnya lebih besar yakni 1.118 orang.
Jumlah PHK terbanyak berasal dari Jawa Barat (261 orang), disusul Sumatra Selatan (113 orang), dan Kalimantan Timur (100 orang). Sementara itu, DKI Jakarta mencatat 48 pekerja terdampak PHK, Jawa Timur 51 orang, dan Banten sebanyak 36 pekerja.
Di sisi lain, lulusan kuliah juga makin susah mendapat kerja, dikarenakan persaingan yang makin sengit dan industri yang makin efisien gara-gara perkembangan teknologi. Dalam beberapa 'job fair' yang digelar, tampak para fresh graduate berlomba-lomba menyebar CV, tetapi tak semua mendapat kabar baik.
Sebagai orang tua, Ia mengaku prihatin dengan kondisi dunia kerja saat ini. Pihaknya mengatakan kondisi saat ini makin susah untuk mencari kerja, berbeda jauh dari saat dirinya mencari kerja 1985 silam.
"Wah, memang kasian anak muda sekarang, nyari kerja makin susah karena makin banyak orang. Dulu saya di 1985, masih agak gampang karena belum banyak orang, beda banget kondisinya. Dulu saya kirim lamaran, banyak yang cari saya, sekarang boro-boro," kata Suparman, orang tua yang mengantar anaknya mencari kerja di Job Fest 2025 beberapa saat lalu.
Virtual Assistant, Profesi Baru di Era Serba Digital
Di tengah sulitnya mencari pekerjaan kantoran, profesi virtual assistant (VA) muncul sebagai alternatif baru yang diminati banyak orang.
Virtual assistant adalah seseorang yang memberikan layanan dukungan administratif atau operasional kepada bisnis secara jarak jauh.
Seiring berkembangnya teknologi dan budaya kerja fleksibel, profesi ini makin populer, terutama di kalangan pekerja lepas, ibu rumah tangga, hingga korban PHK.
Tugas seorang VA sangat beragam, mulai dari membalas email, membuat laporan, mengelola media sosial, hingga membantu strategi pemasaran digital.
Virtual assistant banyak dicari oleh wirausaha, startup, dan bisnis online yang membutuhkan tenaga tambahan tanpa harus mempekerjakan karyawan tetap atau menyewa kantor.
Dari Jurnalis ke Virtual Assistant
Setelah lebih dari 11 tahun berkarier sebagai wartawan, Dinda Juwita tak pernah menyangka harus kehilangan pekerjaannya akibat PHK pada Mei 2025. Alih-alih sedih karena di PHK, ia memilih memanfaatkan masa jedanya untuk belajar hal baru.
"Sebetulnya aku nggak buru-buru cari kerja baru banget. Karena yaudahlah pengen istirahat dulu, udah belasan tahun kerja," kata Dinda saat berbincang dengan CNBC Indonesia.
Namun, setelah beberapa minggu beristirahat, Dinda merasa tidak betah menganggur. Terbiasa dengan ritme kerja cepat sebagai jurnalis, ia kemudian mencari kegiatan produktif.
Dari situ, ia ingat pernah muncul kursus SGB VA, lembaga pelatihan yang sering ia lihat iklannya di media sosial.
"Awalnya aku ikut free webinar-nya dulu. Di akhir acara, mereka jelaskan detail soal kursus, mulai dari jenisnya, biaya, sampai perbedaan antara kelas premium dan reguler," ujarnya.
Kursus tersebut memberikan pembekalan mulai dari pengenalan profesi VA, pelatihan, hingga membuka jaringan klien bagi pesertanya. Ketika mengikut kelas tersebut, Dinda juga mendapatkan sesi mentoring pribadi untuk membahas perkembangan kemampuannya dengan mengambil 'penjurusan' minat yang dia inginkan.
"Kalau di tempat kursusku itu ada penjurusan kayak di kampus. Jadi ada semacam kita maunya fokus di social media specialist, atau marketer," jelasnya.
Apa yang Dikerjakan?
Meski masih baru di dunia virtual assistant, Dinda sudah mendapatkan satu klien asal dari luar negeri.
"Aku beruntung dapat klien dari mutual friend yang butuh bantuan short term, nggak sampe 2 bulan. Karena aku ambil jalur social media specialist, tugasnya bantu bikin konten untuk akun media sosial bisnisnya," jelas Dinda.
Dinda mengatakan bahwa kliennya adalah seorang perempuan asal Singapura yang merupakan mantan profesional venture capital dan kini membangun platform edukasi investasi. Dalam proyek itu, Dinda membantu membuat materi konten dan strategi di media sosial.
Salah satu tugas utamanya adalah mengolah ulang atau repurpose materi dari podcast yang dimiliki kliennya menjadi berbagai bentuk konten baru di media sosial.
"Jadi fokus konten yang aku kerjakan itu adalah rerpurpose dari konten yang dia bikin. Klienku punya semacam podcast, dan aku mengembangkan ide lanjutan dari situ," jelasnya.
Ia menjelaskan, podcast milik kliennya berdurasi cukup panjang, sekitar 40 menit per episode, dengan topik yang beragam. Salah satu tema yang pernah diangkat, misalnya, membahas tentang bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) membantu venture capital dalam mengembangkan bisnis.
Dinda bertugas mendengarkan setiap episode secara menyeluruh untuk menemukan bagian-bagian menarik yang bisa diolah menjadi konten baru. "Dari 10 podcast misalnya, aku pilih satu per satu, aku dengerin dulu pembicaraannya. Untungnya klienku ini cukup terorganisir, jadi setiap episode sudah punya summary per bagian," ujarnya.
Setelah menentukan bagian menarik, Dinda mengembangkannya dan kemudian membuat versi konten yang akan dipublikasikan di platform seperti Instagram dan LinkedIn.
"Aku bikin postingan untuk suplai konten di Instagram dan LinkedIn sesuai dengan brand guideline yang sudah ada. Mulai dari warna, font, sampai template-nya, semua sudah disiapkan klien," jelasnya.
Menurut Dinda, proses kerjanya juga melibatkan beberapa kali revisi dan persetujuan dari klien sebelum konten diunggah. "Setelah selesai dan disetujui, itu sudah bukan bagian tugasku lagi. Urusan metrics atau engagement itu tanggung jawab tim klien," tambahnya.
Kemampuan Bahasa Inggris Diperlukan
Ia menambahkan, kemampuan berbahasa Inggris menjadi keterampilan dasar yang penting dimiliki seorang virtual assistant. "Gak harus fasih, tapi setidaknya punya kemampuan basic English sudah cukup. Yang penting bisa berkomunikasi, karena sebagian besar klien berasal dari luar negeri," ujarnya.
Menurut Dinda, dengan kemauan belajar dan komunikasi yang baik, profesi asisten virtual bisa menjadi jalan baru untuk tetap produktif sekaligus menambah penghasilan di tengah ketatnya persaingan dunia kerja.
"Jadi apa ya, menurutku sangat membantu buat orang-orang yang mau switch career, mau menjadikan virtual assistant sebagai pekerjaan sampingannya, itu sangat menjanjikan, tapi aku juga gak mau lebay ya. Tapi emang semua itu tergantung kitanya. Tergantung kita ulet juga, tergantung mau gak belajar," pungkasnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Kesal Dipecat, Karyawan Hapus 180 Server Senilai Rp 15 Miliar