Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah laporan mengungkapkan kisah sejumlah warga Indonesia yang harus bekerja sebagai penipu AI di sejumlah tempat di Asia Tenggara. Ternyata mereka juga korban penipuan iklan lowongan kerja palsu yang tersebar di sejumlah media sosial lainnya seperti Telegram dan Facebook.
"Ribuan lowongan pekerjaan, biasanya terkait IT, beredar di media sosial, namun semuanya palsu. Mereka umumnya menyasar yang sudah punya paspor. Mereka direkrut dengan cepat tanpa pelatihan sebelum keberangkatan. Kemudian dilatih hanya dalam dua hari dan mulai bekerja," kata komisioner Hak Asasasi Manusia, Anis Hidayah.
Dalam laporan Rest of World, terdapat beberapa cerita anak muda Indonesia yang terkena penipuan lowongan kerja dan berakhir menjadi penipu.
Salah satu cerita berasal dari lulusan IT berusia 26 tahun dari Sumatra Barat. Dia mendapati pekerjaan baru di Facebook dengan spesialis optimasi mesin pencari di sebuah perusahaan perdagangan saham dari Singapura.
Kemudian dia mengikuti wawancara kerja dengan perekrut lewat Telegram. Anak muda itu dijanjikan akan bekerja di cabang perusahaan di Kamboja dengan gaji US$800 (Rp 13 juta) per bulan.
Namun dia baru sadar rangkaian kejadian tersebut adalah bagian dari nasib sialnya. Paspornya disita di Phnom Penh Kamboja dan dia dibawa ke sebuah kompleks terpencil dengan penjaga bersenjata.
Pekerjaannya untuk menipu juga tak mudah. Dia harus bekerja selama 15 jam dan harus bisa menipu dengan besaran US$40 ribu (Rp 651,4 juta) setiap bulannya, dan gajinya kurang dari setengah gaji yang dijanjikan.
Cerita lainnya berasal dari Dicky Wahyudin (25) dari Jawa Barat. Dia melihat unggahan lowongan pekerjaan di Telegram sebagai pemasaran di e-commerce Lazada bulan Desember lalu.
Pekerjaan itu menawarkan gaji US$800 (Rp 13 juta) dan bisa tinggal di Bangkok. Ternyata saat sampai di bandara Bangkok, dia diculik dan dibawa ke Myanmar untuk bekerja sebagai penipu lewat aplikasi kencan di China.
Dicky diharuskan bisa membuat korbannya mengeluarkan US$10 ribu (Rp 162,8 juta) per bulan di platform e-commerce palsu.
Pada Januari lalu, Dicky berhasil kabur. Kemudian dia bekerja menjadi kreator konten di Bandung, Jawa Barat.
Dalam wawancaranya dengan tujuh mantan penipu di Indonesia, Rest of World juga mengungkapkan praktik penyekapan yang dialami mereka. Paspor dan ponsel mereka disita, gaji yang rendah, dan diawasi ketat oleh para atasan harus dialami para anak muda tersebut.
Mereka juga memiliki targetnya yang harus dipenuhi. Jika gagal, mereka akan dijual ke pusat penipu lainnya.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Gak Cuma Saol Harga Murah, Begini Persaingan Pasar Smart TV RI
Next Article Aplikasi Ini Mulai Saingi WhatsApp, Pengguna Mulai Tembus 1 M