Devisa Hasil Ekspor Ditahan Setahun, Begini Tanggapan MIND ID

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID buka suara perihal kewajiban 'parkir' dana hasil ekspor (DHE) di sistem keuangan dalam negeri minimal selama 1 tahun, dari yang sebelumnya 3 bulan.

Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo mengungkapkan, sejatinya kebijakan untuk menaruh DHE dalam negeri merupakan hal yang baik bagi negara untuk memperkuat cadangan devisa negara. Namun, dia menekankan di samping bisa memperkuat cadangan devisa negara, sebenarnya dari sisi perusahaan menilai DHE yang tersimpan dalam negeri itu juga bisa mengakibatkan perusahaan harus 'mengutang' lebih banyak untuk melakukan kegiatan produksi.

Alasannya, kata Dilo, DHE yang tersimpan itu sejatinya bisa digunakan oleh perusahaan sebagai modal usaha (operational expenditure/Opex). Namun, karena ada kewajiban menyimpan DHE dalam negeri, perusahaan harus mencari sumber dana lain untuk menjalankan kegiatan produksi.

"Kalau kita ditahan, di-freeze (bekukan) duitnya di situ (DHE) gak bisa dipakai. Artinya kalau kita mau pakai modal kerja kita harus pinjam. Artinya ini akan ada ekonomi biaya tinggi lagi," kata Dilo.

Walaupun memang, Dilo mengatakan bahwa kewajiban penyimpanan DHE dalam negeri tersebut diberikan insentif berupa bunga, namun pihaknya terus mencoba mendiskusikan kebijakan tersebut dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hal yang ditekankan oleh pihaknya adalah kemungkinan diberikannya relaksasi terhadap aturan tersebut lantaran MIND ID sendiri merupakan BUMN yang juga bersinggungan dengan Himpunan Bank Negara (Himbara).

"Memang disitu dikasih bunga, tapi ini yang sebenarnya sedang kita coba untuk diskusikan. Apalagi kalau BUMN ini rekeningnya BUMN juga di Himbara Jadi sebenernya pasti duitnya masuk ke Indonesia. Jadi untuk BUMN sebenarnya mungkin bisa dikasih relaksasi," tandasnya.

Asal tahu saja, Pemerintah bakal memperpanjang kewajiban para eksportir untuk memarkir DHE di dalam negeri, dari yang selama ini hanya 3 bulan menjadi minimal 1 tahun. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 pun akan direvisi.

Supaya eksportir patuh terhadap ketentuan itu, pemerintah menjanjikan tambahan insentif dari yang selama ini sudah diberikan, seperti insentif fiskal berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh) terhadap DHE SDA yang di simpan di sistem keuangan domestik, baik dalam bentuk valuta asing maupun yang sudah dikonversi ke rupiah.

"Ya kita sedang persiapkan dengan BI dan perbankan. Insentifnya menarik," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta, Rabu malam (8/1/2024).

Meski begitu, Airlangga belum mau mengungkap rincian dari insentif yang akan diberikan terhadap para eksportir patuh ketentuan parkir DHE di dalam negeri itu. Ia menekankan, detail insentifnya tengah dirampungkan supaya bisa bersaing dengan negara yang selama ini menjadi tujuan penempatan dana DHE eksportir RI, yakni Singapura.

"Ya ini kan masih kita matangkan, dan kita akan bicara dengan pihak terkait juga, dengan perbankan, dan fasilitas ya kita bersaing dengan Singapura lah," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, ketentuan insentif DHE SDA selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Penempatan DHE Sumber Daya Alam (SDA) pada instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu itu sudah hasil koordinasi antara pemerintah dan BI.

Dalam Pasal 4 Ayat (1) aturan ini menyebutkan: "Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Penghasilan final dengan dasar pengenaan pajak".

Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan b menjelaskan lebih jauh mengenai insentif yang diberikan kepada eksportir yang menempatkan DHE SDA dalam bentuk valuta asing maupun yang sudah dikonversi ke rupiah.

Berikut ini merupakan rinciannya:

a. atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dananya dalam valuta asing dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan:

1. tarif sebesar 0% (nol persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 (enam) bulan;

2. tarif sebesar 2,5% (dua koma lima persen) untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 (enam) bulan;

3. tarif sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 (tiga) bulan sampai dengan kurang dari 6 (enam) bulan; atau

4. tarif sebesar 10% (sepuluh persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 (tiga) bulan.

b. atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan:

1. tarif sebesar 0% (nol persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 (enam) bulan atau lebih dari 6 (enam) bulan;

2. tarif sebesar 2,5% (dua koma lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 (tiga) bulan sampai dengan kurang dari 6 (enam) bulan; atau

3. tarif sebesar 5% (lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 (tiga) bulan.


(pgr/pgr)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menanti 'Angin Segar' Revisi Aturan DHE SDA

Next Article Sinergi PTBA dan 3 Bank Himbara untuk Fasilitas Pemanfaatan DHE SDA

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|