Dokter Ungkap Hiking Bisa Picu Hipertensi Paru Bagi Pasien Berisiko

1 hour ago 1

Dokter spesialis sekaligus Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia Hary Sakti memaparkan materi saat acara Bulan Kesadaran Hipertensi Paru 2025 di Jakarta, Kamis (27/11/2025). Kegiatan Bulan Kesadaran Hipertensi Paru yang digelar oleh MSD Indonesia bersama Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI) tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya deteksi dini serta edukasi terkait penyakit hipertensi paru sehingga dapat meningkatkan kualitas dan harapan hidup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Subspesialis Pencegahan dan Rehabilitasi Kardiovaskular Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) dokter Hary Sakti Muliawan Sp.JP, Subsp.PRKv.(K) mengungkapkan, aktivitas hiking atau mendaki di dataran tinggi bisa berpotensi menyebabkan hipertensi paru pada pasien yang berisiko.

“Ini agak unik sih, atlet atau orang-orang yang suka hiking, ke pegunungan itu saturasi oksigennya rendah dan itu kadang-kadang bisa mencetuskan hipertensi paru,” ujar dokter Hary dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Ia menambahkan, kondisi udara dengan oksigen rendah bisa menyebabkan peningkatan tekanan paru yang membuat jantung kanan bekerja ekstra memompa darah ke paru-paru.

Namun demikian, hipertensi paru tak begitu saja dialami secara umum bagi individu yang gemar hiking. Pasien yang berisiko, yakni dengan kondisi penyakit jantung bawaan, penyakit autoimun seperti lupus, gangguan pada paru seperti TBC serta asma hingga ibu hamil lebih berpotensi mengalami hipertensi paru.

Pasien berisiko dapat mengalami hipertensi paru dengan gejala seperti sesak napas usai beraktivitas ringan seperti biasa, kelelahan, dan bengkak usai melakukan pendakian. Ia pun menyarankan agar kondisi ini tidak diabaikan dan segera melakukan konsultasi ke dokter spesialis jantung dan spesialis paru untuk memastikan kondisi kesehatan sehingga mendapatkan perawatan yang tepat.

Pasien dengan risiko tersebut disarankan untuk melakukan pemeriksaan untuk memastikan kapasitas fisik dan menentukan aktivitas fisik yang tepat.

“Kita periksa dulu kapasitas fisiknya sebesar apa. Biasanya, kita ada hitungan yang kita turunkan dari kapasitas maksimal kita turunkan 80 persen sehingga dia bisa (olahraga),” ujarnya.

sumber : Antara

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|