Dunia Terancam 'Kiamat Nuklir', Tanaman Ini Bisa Jadi Penyelamat!

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini para peneliti telah menganalisis berbagai metode pertahanan dan kelayakannya dalam melindungi dunia dari ancaman nuklir. Temuan menunjukkan bahwa para ilmuwan telah menemukan tanaman apa yang perlu kita tanam untuk menopang kehidupan kota jika 'kiamat' itu terjadi.

Maklum, belakangan negara pemilik nuklir di Dunia sedang memanas dan saling serang. Bahkan, pernyataan-pernyataan mengenai penggunaan nuklir sudah sering disebutkan.

Menurut sebuah studi baru, bercocok tanam bayam, bit gula, gandum, dan wortel di daerah perkotaan dan dekat perkotaan dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk kota berukuran sedang di dunia pasca-apokaliptik.

Para ilmuwan mengembangkan penelitian sebelumnya untuk menentukan tanaman yang optimal untuk ditanam setelah bencana global, seperti perang nuklir, pandemi ekstrem, atau badai Matahari. Tujuan mereka adalah menemukan cara paling efisien untuk memberi makan seseorang dengan menggunakan lahan seminimal mungkin.

"Penelitian ini sebenarnya tidak terinspirasi oleh lingkungan geopolitik saat ini," kata penulis utama studi Matt Boyd, pendiri dan direktur penelitian Adapt Research, sebuah organisasi penelitian independen, dikutip dari Live Science, Sabtu (24/5/2025).

"Namun, penelitian ini ternyata sangat relevan, tentu saja, dengan lingkungan geopolitik saat ini," kata Boyd.

Peristiwa terkini meliputi politik internasional yang tidak dapat diprediksi, perang yang sedang berlangsung di Timur Tengah dan Eropa, kecerdasan buatan yang dipersenjatai, dan kerusakan yang terus meningkat akibat perubahan iklim.

Pada Januari 2025, melalui Doomsday Clock atau Jam Kiamat, para ilmuwan menunjukkan seberapa dekat manusia dengan bencana yang mengancam spesies. Jam tersebut secara simbolis menunjukkan waktu satu detik menuju tengah malam. Ini adalah waktu terdekat menuju tengah malam, yang berarti peringatan paling ekstrem menuju kehancuran dunia.

Dalam studi baru yang diterbitkan 7 Mei 2025 di jurnal PLOS One, para peneliti mengamati bagaimana penduduk kota berukuran sedang dapat bertahan hidup dengan pertanian jika terjadi bencana global.

Studi tersebut meneliti dua skenario jika terjadi bencana. Skenario pertama, apa yang akan ditanam di dalam dan di sekitar kota dalam kondisi iklim normal. Skenario kedua, apa yang akan ditanam jika terjadi musim dingin nuklir.

Tanaman yang Cocok untuk Bertahan Hidup

Tanaman yang paling cocok untuk ditanam di kota beriklim sedang dalam kondisi normal ternyata adalah kacang-kacangan sederhana, yakni kacang polong.

"Kacang polong adalah makanan berprotein tinggi. Tanaman ini tumbuh dengan baik di lingkungan pertanian perkotaan," kata Boyd.

"Jika Anda ingin memberi makan seseorang, menanam kacang polong akan meminimalkan jumlah lahan yang Anda butuhkan untuk memberi makan orang tersebut," jelasnya.

Namun, lanjut Boyd, tanaman kacang polong tidak tahan beku. Jika terjadi musim dingin nuklir, yang dapat disebabkan oleh perang nuklir, letusan gunung berapi super, atau hantaman asteroid besar, sinar Matahari akan terhalang karena semua jelaga dan segala sesuatu yang terlempar ke stratosfer.

Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan suhu yang lebih rendah dan mempersulit tanaman untuk melakukan fotosintesis. Dalam skenario itu, kombinasi yang lebih kuat antara bayam dan bit gula adalah pilihan yang lebih baik.

Boyd dan rekan penulis studi Nick Wilson, seorang profesor kesehatan masyarakat di Otago University, Wellington, Selandia Baru, sampai pada kesimpulan ini sebagian dengan menggunakan data dari meta-analisis penelitian pertanian perkotaan yang menganalisis hasil panen berbeda di puluhan kota di seluruh dunia.

Kacang polong, misalnya, naik ke posisi teratas dalam kondisi normal karena membutuhkan lahan seluas 292 meter persegi untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein satu orang selama setahun, sedangkan kombinasi kubis dan wortel membutuhkan lahan seluas 777 meter persegi, hampir tiga kali lebih banyak lahan.

Para peneliti memilih Palmerston North di Selandia Baru, tetapi temuan tersebut dapat diterapkan ke kota-kota serupa di seluruh dunia. Dengan populasi sekitar 90 ribu jiwa, kota ini merupakan kota berukuran sedang di dunia.

Kota ini berada di pedalaman, seperti banyak kota di seluruh dunia, dan memiliki perumahan tipe pinggiran kota dengan kepadatan yang cukup rendah, bukan gedung pencakar langit.

Para ilmuwan kemudian menggunakan citra Google wilayah Palmerston North untuk menghitung jumlah total ruang hijau yang tersedia yang dapat digunakan untuk menanam tumbuhan, seperti halaman depan, halaman belakang, dan taman.

"Kota ini tidak dapat memberi makan semua penduduknya. Jika makanan hanya ditanam di dalam batas kota, lahan yang tersedia dapat memberi makan sekitar 20% penduduk dengan tanaman yang memaksimalkan protein dan energi makanan per meter persegi dalam kondisi iklim normal. Angka itu menyusut menjadi sekitar 16% selama musim dingin nuklir," kata Boyd.

Untuk memberi makan penduduk lainnya, orang-orang akan membutuhkan lahan di luar kota, sekitar sepertiga dari luas wilayah perkotaan yang dibangun di kota itu, untuk menanam tanaman tambahan yang efisien.

Dalam kasus Palmerston North, lahan tersebut sekitar 1.140 hektar, ditambah 110 hektar lahan kanola untuk diubah menjadi biodiesel guna bahan bakar traktor dan mesin pertanian lainnya.

Di lahan tepat di luar kota, penelitian menemukan bahwa kentang ideal untuk skenario iklim normal, dan kombinasi 97% gandum dan 3% wortel merupakan rasio optimal selama musim dingin nuklir karena kentang memiliki toleransi lebih tinggi terhadap suhu dingin.

"Bahkan di kota-kota, ada banyak sekali lahan pertanian yang dapat digunakan untuk menanam makanan," kata Theresa Nogeire-McRae, seorang ahli ekologi lanskap di American Farmland Trust dan fakultas afiliasi di Oregon State University, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

"Orang-orang menetap di kota karena alasan yang baik. Itu karena tanah yang subur di dekat tepi sungai. Itu komoditas yang bagus. Jangan sia-siakan itu," kata Nogeire-McRae.

Ia menambahkan bahwa metode penelitiannya bagus dan temuannya masuk akal. Boyd mencatat ada sejumlah hal yang tidak diketahui yang akan memengaruhi hasil panen di dunia nyata.

Kualitas tanah merupakan variabel besar, karena tanah dengan kualitas yang lebih rendah akan menghasilkan lebih sedikit panen. Ia juga mengasumsikan skenario jika sistem air masih mengalir.

"Tetapi Anda dapat membayangkan skenario bencana global di mana ada kendala dan masalah tambahan," katanya.

Ia juga tidak memperkirakan orang-orang hanya akan makan kacang polong selama setahun penuh, tetapi menanam tanaman yang paling efisien meminimalkan jumlah lahan yang dibutuhkan untuk memberi makan populasi.

Boyd mengatakan studi ini dapat digunakan sebagai langkah pertama bagi kota-kota yang ingin menggunakan pertanian perkotaan yang bisa diandalkan dalam kebijakan penggunaan lahan.

"Keputusan yang mungkin tampak optimal dari satu sudut pandang, mungkin secara ekonomi, mungkin tampak sedikit kurang optimal jika Anda juga menyertakan sudut pandang seperti ketahanan, keselamatan, dan kesejahteraan," katanya.


(pgr/pgr)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Kursus Terkait AI Laris Manis Dincar Kaum Milenial & Gen Z

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|