Ekonom Ingatkan Risiko Pelebaran Defisit APBN 2025, Surplus Primer Masih Aman

1 hour ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah mencatat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 321,6 triliun atau 1,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per Agustus 2025. Ekonom menilai pelebaran defisit ini menjadi sinyal alarm dini bagi pemerintah.

“Di satu sisi, defisit masih berada dalam kisaran target tahunan 2,53 persen PDB. Namun, di sisi lain, realisasi pendapatan negara baru mencapai 57 persen target, sementara belanja negara sudah melaju hingga 55 persen dari pagu. Di sinilah masalahnya: ketidakseimbangan antara penerimaan dan belanja berpotensi memperlebar defisit jika tren ini berlanjut hingga akhir tahun,” kata Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, dalam keterangannya yang diterima Republika, Selasa (23/9/2025).

Achmad menuturkan, salah satu akar persoalan adalah penerimaan pajak yang baru mencapai 54,7 persen dari target. Hal ini menunjukkan aktivitas ekonomi belum sepenuhnya pulih atau optimal dalam menghasilkan basis pajak. Kepabeanan dan cukai tampil sedikit lebih baik dengan realisasi 62 persen, namun masih belum cukup menutup celah. Adapun pendapatan negara bukan pajak (PNBP) lebih tinggi, tetapi sifatnya fluktuatif dan tidak bisa dijadikan tumpuan utama.

Per Agustus 2025, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak Rp 1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari outlook tahun ini sebesar Rp 2.076,9 triliun. Kepabeanan dan cukai Rp 194,9 triliun atau 62,8 persen dari outlook Rp 310,4 triliun. Sedangkan PNBP Rp 306,8 triliun atau 64,3 persen dari outlook APBN 2025.

“Kondisi ini memperlihatkan sumber utama penerimaan negara belum bekerja maksimal, sementara kebutuhan belanja tetap berjalan,” kata Achmad.

Dari sisi belanja, menurut Achmad, pemerintah menjaga program perlindungan sosial tetap tinggi. Bantuan sosial (bansos) meningkat dibanding tahun lalu, yang memberi bantalan bagi kelompok rentan di tengah ketidakpastian global. Namun, belanja modal yang seharusnya memberi dorongan pertumbuhan jangka panjang justru berjalan lambat.

“Di sinilah kontradiksi muncul: perlindungan sosial dijalankan agresif, tetapi investasi untuk pertumbuhan masa depan tertunda. Jika ini berlanjut, APBN hanya berfungsi sebagai alat penyangga jangka pendek tanpa menghasilkan pengganda ekonomi yang kuat,” ujarnya.

Kemenkeu mencatat belanja bansos per Agustus 2025 sebesar Rp 101,1 triliun, tumbuh 5,5 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp 95,9 triliun. Sementara belanja modal Rp 139,9 triliun, turun 8,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 153 triliun.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|