Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan memberikan tarif sebesar 19% untuk impor barang dari Indonesia ke Negeri Paman Sam. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tarif resiprokal awal yang dikenakan sebesar 32%.
Kendati lebih rendah, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai tarif yang diberikan oleh AS belum tentu menjadikan pasar Indonesia lebih kompetitif dibandingkan negara lain.
Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Ahmad Heri Firdaus menjelaskan bahwa biaya produksi tinggi dapat menekan daya saing. Mulai dari biaya listrik, biaya tenaga pekerja, harga logistik, serta biaya transportasinya, jika terakumulasi sudah tinggi maka harga produk yang dihasilkan bisa lebih mahal dibandingkan negara lain.
"Kalau misalnya biaya-biaya kayak gitu aja udah mahal, ditambah lagi tarif 19%, nah sampai AS malah makin mahal," ujar Heri dalam diskusi publik INDEF, Senin (21/7/2025).
Seperti yang diketahui, tarif impor yang dikenakan kepada Indonesia relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia lain. Seperti Vietnam 20%, Kamboja 36%, Malaysia 25%, Thailand 36%, Laos 40% dan Korsel dan Jepang 25%.
Namun, jika negara-negara lain bisa menekan biaya produksi, meskipun ditambah tarif 20% hingga 30% ketika sampai Amerika Serikat tidak akan lebih tinggi dari harga barang Indonesia.
"Jadi mentang-mentang kita 19%, negara lain lebih tinggi kok, tenang aja.Belum tentu juga, ya lihat lagi biaya untuk menciptakan produk itu gimana di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain," ujarnya.
Her pun mengatakan tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang menjadi rasio yang menunjukkan seberapa besar tambahan investasi modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit tambahan output atau pertumbuhan ekonomi.
Semakin tinggi ICOR, semakin banyak modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output.
"ICOR kita sampai hari ini kan masih lebih tinggi daripada negara-negara pesaing kita yang jualan barang ke AS. Untuk memproduksi satu unit barang diperlukan lebih banyak modal," ujarnya.
"Misalnya untuk bikin sepatu di Indonesia diperlukan sebesar US$ 8. Tapi kalau di Vietnam bikin sepatu yang sama cuma butuh US$ 5, kan murahan di sana," ujarnya.
(haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kena Tarif Impor Trump 19%, Begini Analisa & Dampaknya ke Ekonomi!