Ekonom UGM Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Tambal Sulam

11 hours ago 1

Ekonom UGM Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Tambal Sulam Buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/8/2025). Aksi buruh yang dilakukan serentak di berbagai daerah di Indonesia tersebut untuk menuntut pemerintah bisa menghapus sistem outsourcing, menolak upah murah, membentuk satgas PHK, mensahkan rancangan undang-undang ketenagakerjaan tanpa omnibus law, juga memberantas korupsi hingga tuntas. Antara - Novrian Arbi

Harianjogja.com, JOGJA — Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho menilai kebijakan pemerintah dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan masih bersifat tambal sulam dan berorientasi jangka pendek.
Menurutnya, solusi jangka panjang belum terlihat, terutama dalam mengatasi persoalan vertical mismatch dan horizontal mismatch di dunia kerja.

Wisnu mengaku prihatin dengan kondisi banyak mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Bahkan, kesempatan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi mereka juga masih terbatas.

“Di kampus-kampus muncul banyak keluhan tentang susahnya mencari kerja,” ujar Wisnu, Jumat (25/10/2025).

Ia menambahkan, pemerintah juga belum memberikan perhatian besar terhadap kesejahteraan jangka panjang tenaga kerja, terutama terkait jaminan pensiun dan hari tua yang layak.
Menurut Wisnu, hingga kini belum ada kebijakan yang benar-benar searah untuk memastikan pekerja bisa hidup mapan dan sejahtera di masa depan.

Lebih lanjut, Wisnu turut mengkritisi kebijakan pemerintah dalam program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Ia menilai pemerintah belum menyiapkan ekosistem yang mendukung para penerima beasiswa setelah mereka lulus, sehingga sebagian besar penerima beasiswa memilih tidak kembali ke Indonesia.

“Hal ini kemudian menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa beasiswa itu diberikan, sementara pemanfaatannya bagi Indonesia belum jelas,” ujarnya.

Menurut Wisnu, sistem meritokrasi di dunia ketenagakerjaan saat ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi ini membuat banyak anak muda yang telah menempuh pendidikan tinggi dan berupaya meningkatkan kapasitas diri justru tersisih oleh sistem yang tidak adil.

Ia menilai, sering kali posisi strategis diisi oleh orang-orang yang muncul secara tiba-tiba tanpa rekam jejak kontribusi yang jelas. Padahal, kata Wisnu, generasi Z tidak hanya mencari pekerjaan yang mapan, tetapi juga membutuhkan ruang untuk aktualisasi diri.

“Ketika kerja keras tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh, rasa kecewa dan hilangnya kepercayaan terhadap sistem pun tak terelakkan di kalangan generasi muda,” tambahnya.

Sementara itu, mengutip JIBI/Bisnis.com, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia meningkat pada Februari 2025 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut, jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang atau 4,76% dari total angkatan kerja sebanyak 153,05 juta orang.

“Jumlah orang menganggur mencapai 7,28 juta orang. Dibanding Februari 2024, jumlah tersebut meningkat 83.000 orang atau naik 1,11%,” ujar Amalia.

Meski demikian, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 justru menurun dibanding tahun sebelumnya. Amalia menjelaskan, hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang bekerja sebesar 2,52%, lebih tinggi dari peningkatan jumlah penganggur yang hanya 1,11%.

Dengan demikian, TPT Februari 2025 tercatat sebesar 4,76%, lebih rendah dibanding 4,82% pada Februari 2024. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|