Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI memperkirakan laju inflasi akan tetap rendah pada tahun ini. Hal ini terungkap dalam laporan Inflation Outlook 2025 yang dirilis LPEM, Rabu (15/1/2025).
Inflasi diperkirakan bergerak sedikit di atas rata-rata tahun sebelumnya, yaitu sekitar 1,6% hingga 2,1%. Adapun inflasi sepanjang 2024, tercatat hanya 1,57%.
"Angka ini berasal dari tren yang terus berlanjut yang didorong oleh kenaikan harga barang dan jasa pada komponen inflasi inti dan pertumbuhan kelas menengah. Kombinasi faktor domestik dan global akan memengaruhi risiko inflasi pada 2025," tulis laporan LPEM yang disusun oleh Periset Chaikal Nuryakin, dan rekan-rekan, dikutip Kamis (16/1/2025).
Kendati ada potensi kenaikan di beberapa harga barang dan jasa. Tetapi, LPEM tetap melihat ada risiko pelemahan daya beli yang akan membayangi ekonomi ke depannya.
Di sisi domestik, LPEM melihat kebijakan pemerintah baru, seperti pengenaan pajak sebesar 12%, diproyeksikan akan meningkatkan biaya barang dan jasa mewah.
Lalu, kenaikan upah minimum juga diperkirakan akan meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi.
"Penerapan cukai minuman manis (MBDK) juga diantisipasi akan mendorong kenaikan harga di sektor makanan dan minuman," papar LPEM.
LPEM juga mencatat risiko global terhadap meningkatnya inflasi impor semakin nyata. Kondisi ini didukung oleh tren pelemahan rupiah akibat antisipasi pasar terhadap kebijakan Presiden AS yang baru terpilih, Donald Trump, khususnya terkait tarif impor.
Oleh karena itu, LPEM memandang Bank Indonesia harus menjaga kebijakan moneter yang efektif untuk mengelola ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar.
"Langkah-langkah seperti penyesuaian suku bunga, intervensi pasar valuta asing, dan koordinasi dalam mengelola kebijakan fiskal akan menjadi kunci untuk menjaga inflasi dalam kisaran sasaran," ungkap LPEM.
Di sisi lain, LPEM melihat adanya risiko perlambatan inflasi masih ada karena kebijakan fiskal seperti bantuan pangan dan listrik, insentif bagi UMKM, dan subsidi PPN pembelian rumah (PPN DTP).
"Program food estate yang digagas untuk mendukung program makan siang gratis berpotensi menciptakan efek berganda dalam memperlambat inflasi," tulis LPEM.
Faktor lainnya adalah perbaikan infrastruktur logistik dapat meningkatkan efisiensi proses distribusi.
Selain itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan pada tahun 2025 akan masuk dalam kategori standar, dengan anomali suhu berkisar antara +0,3°C hingga +0,6°C. Hal ini tentu saja akan mendukung panen sejumlah bahan pangan bergejolak, seperti cabai, bawang merah dan bawang putih.
Namun, LPEM melihat adanya risiko perlambatan daya beli rumah tangga yang juga dapat berkontribusi terhadap penurunan inflasi, karena permintaan barang dan jasa cenderung melemah.
"Perlambatan daya beli juga perlu diwaspadai karena pelemahan yang berkepanjangan dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," ujar LPEM.
Dalam konteks ini, menurut LPEM, pemerintah harus menyeimbangkan kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan inflasi dan kebijakan yang dirancang untuk merangsang konsumsi domestik.
Hal ini dapat dicapai melalui subsidi yang ditargetkan, program untuk memperkuat pendapatan rumah tangga, dan kebijakan insentif untuk mendukung sektor bisnis strategis.
"Langkah-langkah ini penting untuk memastikan bahwa stabilisasi inflasi tidak mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi," tegas LPEM.
Bank Indonesia (BI) dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) awal tahun ini juga melihat adanya potensi inflasi yang tetap rendah. Hal ini dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga yang diyakini akan masih lemah
"Konsumsi rumah tangga juga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (15/1/2025).
Arah perkembangan ini menjadi salah satu pertimbangan BI untuk memangkas suku bunganya sebesar 25 bps menjadi 5,75% pada awal tahun ini.
"Dengan inflasi rendah, maka ruang penurunan suku bunga terbuka," kata Perry. Kendati demikian, proyeksi inflasi rendah ini tetap harus menjadi perhatian pemerintah.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Masa, Jadi PR Prabowo di 2025
Next Article Sebelum Deflasi 4 Bulan, Daya Beli Rakyat Sudah Lemah Sejak Akhir 2023