Warga memotong pohon tumbang yang melintang di tengah jalan sebagai dampak hujan deras dan angin kencang. - Istimewa
Harianjogja.cm, BANTUL—Menghadapi potensi bencana hidrometeorologi di musim hujan atau cuaca ekstrem, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul resmi mengaktifkan 18 pos siaga darurat yang tersebar di sejumlah kalurahan dengan potensi bencana tertinggi. Pos-pos tersebut akan menjadi pusat koordinasi mitigasi bencana, terutama untuk mengantisipasi banjir, tanah longsor, dan angin kencang.
Kepala Bidang Kedaruratan, Logistik, dan Peralatan BPBD Bantul, Antoni Hutagaol, menjelaskan langkah ini dilakukan setelah terbitnya surat edaran Bupati Bantul tentang status siaga darurat bencana yang berlaku sejak 24 Oktober 2025 hingga 24 Januari 2026.
"Seanyak 118 posnya ada di Kalurahan Muntuk, Jatimulyo, Srimartani, Pleret, Segoroyoso, Wonolelo, Wikirsari, Karangtalun, Sriharjo, Karangtengah, Imogiri, Girirejo, Argodadi, Argosari, Bangunjiwo, Parangtritis, Murtigading, sama Trirenggo,” ujar Antoni, Kamis (6/11).
Ia menyebutkan, jumlah pos yang diaktifkan kali ini belum mencakup seluruh wilayah rawan bencana karena keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh BPBD. Padahal, dalam surat edaran tersebut, Bupati Bantul mendorong sebanyak 75 kalurahan untuk membentuk dan mengaktifkan pos siaga bencana.
“Walau pun surat edaran dari Pak Bupati mengimbau 75 kalurahan untuk mengaktifkan pos, tapi kita baru mampu 18 pos karena disesuaikan juga dengan anggaran kami,” katanya.
Selain keterbatasan dana, pemilihan 18 kalurahan tersebut juga mempertimbangkan kesiapan relawan di masing-masing wilayah, tingkat koordinasi dengan BPBD, serta potensi kejadian bencana yang tergolong tinggi.
“Relawannya dari relawan per kalurahan bisa dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan relawan kalurahannya lainnya,” katanya.
BPBD Bantul menilai, pembentukan pos siaga bencana yang terfokus di 18 titik utama akan lebih efektif untuk memperkuat koordinasi penanganan di lapangan. Nantinya, para relawan yang berjaga di pos akan melakukan pemantauan cuaca, patroli wilayah rawan, dan pelaporan dini apabila terjadi peristiwa seperti pohon tumbang, banjir, longsor, atau angin kencang.
“Mereka akan koordinasi jika terjadi bencana, dan juga kami terus menginformasikan situasi dan perkembangan cuaca dari BMKG. Relawan kami libatkan sebagai ujung tombak koordinasi di lapangan,” ujar Antoni.
Para sukarelawan yang bertugas juga akan menerima uang transportasi dari BPBD Bantul sebagai bentuk dukungan operasional. Meski begitu, Antoni menekankan bahwa yang lebih penting dari bantuan materi adalah komitmen dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi cuaca ekstrem.
“Kami imbau masyarakat untuk tetap meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi musim penghujan serta tidak panik. Bila melihat tanda-tanda cuaca ekstrem seperti mendung tebal, hujan deras, atau angin kencang, segera laporkan kepada relawan FPRB, perangkat kalurahan, atau langsung ke BPBD,” pesannya.
Antoni juga mengingatkan masyarakat agar selalu memperhatikan lingkungan sekitar, terutama di kawasan rawan bencana. “Perhatikan pepohonan, baliho, atau tebing yang rawan longsor, dan terus pantau informasi dari BMKG agar bisa lebih siap,” ujarnya.
Ketua FPRB Pleret, Muhammad Rahadian Bernadib, menuturkan sukarelawan di wilayahnya sudah melakukan penjagaan bahkan sebelum adanya surat edaran resmi dari pemerintah.
“Sebelum adanya arahan pengaktifan pos, FPRB Pleret sebenarnya sudah aktif berjaga. Bedanya, setelah pos diaktifkan, relawan akan mendapatkan uang transport. Selain itu diminta absen yang jaga,” katanya.
Ia menambahkan, di wilayah Pleret sendiri kejadian pohon tumbang menjadi ancaman yang paling sering terjadi selama musim hujan. Saat ini, terdapat sekitar 40 relawan FPRB yang siaga setiap hari untuk melakukan pemantauan dan penanganan cepat bila terjadi bencana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































