Harga Minyak Mentah Naik, Terdampak Kebijakan Tarif Baru Trump

2 months ago 27

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah menguat tipis pada perdagangan Senin (10/2), di tengah kekhawatiran pasar atas kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan memberlakukan tarif 25% pada seluruh impor baja dan aluminium. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan menekan permintaan energi.

Harga minyak Brent kontrak berjangka naik 51 sen atau 0,7% ke level US$75,17 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 45 sen atau 0,6% menjadi US$71,45 per barel. Meski demikian, harga minyak mencatat penurunan mingguan ketiga berturut-turut akibat kekhawatiran perang dagang yang semakin memanas.

Trump dijadwalkan mengumumkan tarif baru tersebut pada Senin waktu setempat, menandai eskalasi lebih lanjut dalam kebijakan perdagangannya. Pekan lalu, Trump mengumumkan tarif pada Kanada, Meksiko, dan China, tetapi kemudian menangguhkan penerapan tarif untuk dua negara tetangganya sehari setelahnya.

Meski ancaman tarif ini berpotensi menekan pasar, pelaku pasar tampaknya mulai terbiasa dengan retorika Trump yang kerap berubah. "Pasar mulai menyadari bahwa berita tarif seperti ini akan terus berlanjut dalam beberapa minggu dan bulan ke depan," kata Tony Sycamore, analis dari IG di Sydney. Ia menambahkan bahwa ada kemungkinan kebijakan ini bisa dibatalkan atau bahkan diperketat dalam waktu dekat. "Investor mungkin mulai berpikir bahwa tidak selalu bijak bereaksi negatif terhadap setiap tajuk utama," ujarnya.

Sementara itu, China mulai memberlakukan tarif balasan pada beberapa ekspor AS mulai Senin ini, tanpa tanda-tanda adanya kemajuan dalam negosiasi perdagangan antara Beijing dan Washington. Para pedagang minyak dan gas kini berusaha mendapatkan pengecualian dari Beijing untuk impor minyak mentah dan gas alam cair (LNG) asal AS.

Di sisi geopolitik, Trump mengklaim bahwa AS tengah membuat kemajuan dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina, tetapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait komunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sanksi AS yang diberlakukan pada perdagangan minyak Rusia sejak 10 Januari lalu telah mengganggu pasokan Moskow ke pelanggan utamanya, yakni China dan India.

Selain itu, Washington semakin menekan Iran dengan menjatuhkan sanksi baru pekan lalu terhadap individu dan kapal tanker yang berperan dalam pengiriman jutaan barel minyak mentah Iran ke China setiap tahunnya. Citi dalam catatannya menyatakan bahwa sanksi terhadap Iran dan kegagalan mencapai kesepakatan nuklir menjadi faktor risiko yang dapat mendorong harga minyak lebih tinggi, meskipun kebijakan Trump bertujuan untuk menekan harga energi.

Citi memperkirakan harga minyak Brent akan berada di kisaran US$60 hingga US$65 per barel pada paruh kedua 2025. Trump diprediksi akan terus berupaya menekan harga energi, yang pada akhirnya akan menjadi faktor bearish bagi pasar minyak.

CNBC Indonesia


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Gagal Reli Hingga Harga Emas & Minyak Anjlok

Next Article Dihantam Badai Francine, Harga Minyak Melonjak 2%!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|