Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona hijau pada akhir perdagangan Senin (20/1/2025), di tengah sikap pelaku pasar yang menanti pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-47.
IHSG ditutup menguat 0,22% ke posisi 7.170,74. Meski menguat, tetapi secara garis besar IHSG masih mendatar karena masih berada di level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 19 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 320 saham menguat, 277 saham melemah, dan 214 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor teknologi dan bahan baku menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini yakni masing-masing mencapai 1,2% dan 1,18%.
Sementara dari sisi saham, tiga saham perbankan Himbara raksasa menjadi penopang terbesar IHSG yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang mencapai 19,1 indeks poin, kemudian PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 11,3 indeks poin, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebesar 5,4 indeks poin.
Selain itu, ada saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) sebesar 4,7 indeks poin dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar 4,6 indeks poin.
IHSG bergairah di tengah sikap pelaku pasar yang menanti pelantikan Trump sebagai Presiden AS ke-47. Adapun Trump akan dilantik pada Senin pukul 12:00 waktu setempat atau Selasa dini hari waktu Indonesia sekitar pukul 01:00 WIB.
Dalam konteks ini, pergerakan indeks saham utama di AS menunjukkan tren positif yang signifikan, terutama setelah laporan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan.
Namun, ketidakpastian kebijakan Trump di bidang perdagangan dan ekonomi tetap menjadi sorotan utama bagi investor, baik di dalam maupun luar negeri.
Sejumlah lembaga dan analis pun sudah mewanti-wanti bahwa era Trump 2.0 akan membuat dunia chaos karena kebijakan proteksionismenya. Dunia sudah mengalami pelajaran pahit di era Trump pertama (2017-2020) terutama saat perang dunia memanas pada 2018.
Dalam lanskap domestik, pasar saham Indonesia menghadapi tekanan berat. Tekanan terhadap pasar keuangan sudah terasa sejak Trump terpilih pada pilpres. Sejak Trump terpilih 5 November hingga akhir pekan lalu, IHSG sudah jeblok 3,14%. Tekanan sangat berat juga terjadi pada awal hingga pertengahan Januari 2025.
IHSG anjlok 1,74% sepanjang 2 Januari hingga 14 Januari 2025, diperdagangkan di level 6.956,66. Ini mengingatkan pada pola serupa saat pelantikan pertama Trump pada 2017, ketika IHSG juga melemah akibat sentimen negatif terhadap kebijakan proteksionisme yang digencarkan Trump.
Imbal hasil US Treasury juga terbang dari 4,29% pada 5 November 2024 menjadi 4,62% ada akhir pekan lalu. Indeks bahkan sempat melesat ke 4,8% pada Senin pekan lalu.
Di pasar global, penguatan dolar AS menjadi salah satu faktor kunci. Kebijakan ekonomi pro-Amerika dan proteksionisme Trump telah memicu arus modal kembali ke AS, mendorong dolar AS ke level tertinggi sejak November 2022.
Kebijakan pro-dalam negeri Trump dikhawatirkan bisa kembali mengungkit inflasi AS sehingga The Fed akan kesulitan memangkas suku bunga secara signifikan.
Sementara itu, pelaku pasar menunggu dampak kebijakan Trump terhadap perdagangan global, khususnya Asia. Trump telah berulang kali menegaskan niatnya untuk meningkatkan tarif perdagangan, terutama terhadap China.
Kebijakan ini menimbulkan kecemasan di pasar Asia, termasuk Indonesia, yang sempat mendapat ancaman evaluasi status Generalized System of Preferences (GSP) pada 2018.
GSP, yang memberikan penghapusan bea masuk pada beberapa produk ekspor, menjadi salah satu penopang surplus perdagangan Indonesia dengan AS sebesar US$9,5 miliar.
Para analis memperingatkan bahwa tekanan terhadap rupiah dan IHSG masih akan berlanjut jika kebijakan Trump memperburuk sentimen pasar.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyebutkan tiga risiko utama: tekanan terhadap nilai tukar rupiah, potensi arus modal keluar, dan ketidakpastian pasar keuangan.
Meski demikian, ada harapan bahwa sentimen positif dari laporan laba perusahaan dan penguatan ekonomi domestik dapat memberikan dukungan bagi pasar Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini: