Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka cenderung bergairah pada perdagangan sesi I Rabu (15/1/2025), jelang keputusan suku bunga terbaru Bank Indonesia (BI) pada hari ini.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka menanjak 0,81% ke posisi 7.013,22. Selang lima menit setelah dibuka, penguatan IHSG sedikit terpangkas yakni menjadi 0,77% ke 7.010,09. IHSG pun kembali bangkit ke level psikologis 7.000.
Nilai transaksi IHSG pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 685 miliar dengan volume transaksi mencapai 995 juta lembar saham dan ditransaksikan sebanyak 90.381 kali.
Pergerakan IHSG hari ini cenderung dipengaruhi oleh beberapa sentimen mulai dari keputusan suku bunga terbaru BI, data neraca perdagangan terbaru Indonesia, hingga data inflasi Amerika Serikat (AS).
Neraca dagang Indonesia diperkirakan kembali surplus pada periode Desember 2024, namun lebih rendah dari posisi sebelumnya.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Desember 2024 akan mencapai US$3,55 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan November 2024 yang mencapai US$4,42 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 56 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Salah satu penyebab penurunan surplus neraca perdagangan adalah harga batu bara global yang lesu di akhir tahun kemarin. Padahal ekspor Indonesia bergantung kepada batu bara.
Berikutnya, pasar menanti keputusan suku bunga terbaru BI yang akan diumumkan pada siang hari ini. Suku bunga (BI Rate) terakhir kali diturunkan sebesar 25 basis poin (bps) pada September 2024 dan selanjutnya ditahan pada Oktober, November, dan Desember 2024 di level 6%.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 15 lembaga/institusi secara absolut memproyeksikan bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6%. Jika hal ini terjadi, maka BI telah menahan suku bunganya selama empat bulan beruntun.
Sebelumnya pada Desember 2024 lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Terakhir, AS akan mengumumkan tingkat inflasi periode Desember 2024. Tingkat inflasi menjadi indikator penting dalam memproyeksi arah kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Trading Economics memperkirakan tingkat inflasi AS pada periode Desember 2024 tidak berubah, tetap 3,3% yoy.
Tingkat inflasi AS memiliki pengaruh kuat terhadap kebijakan suku bunga The Fed. Bank sentral Amerika Serikat tersebut menutup tahun ini dengan kembali memangkas suku bunganya sebesar 25 bps. Namun, The Fed mengisyaratkan hanya akan memangkas suku bunga dua kali pada 2025.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bos BEI: Bursa RI Memiliki Daya Saing Tinggi di Tingkat Global
Next Article Investor Waswas Demo Peringatan Darurat, IHSG Sesi II Dibuka Merah