Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan rupiah tampaknya masih akan volatil pada perdagangan Kamis hari ini (13/2/2025) gara-gara inflasi Amerika Serikat (AS) panas lagi.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat tipis 0,06% di angka Rp16.360/US$ pada perdagangan Rabu kemarin (12/02/2025).
Posisi ini berbeda dengan penutupan perdagangan Selasa sebelumnya (11/2/2025) yang melemah sebesar 0,18%. Penguatan ini berhasil mematahkan pelemahan selama dua hari beruntun.
Meskipun kemarin menguat, sentimen inflasi AS masih bisa menjadi tantangan pasar keuangan hari ini.
Inflasi AS secara mengejutkan mengalami lonjakan cukup tajam pada Januari 2025. Inflasi menembus 0,5% secara bulanan (month to month/mtm) atau yang tertinggi sejak Agustus 2023 atau hampir 1,5 tahun.
Inflasi juga melesat 3,0% secara tahunan (year on year/yoy) pada Januari 2025 atau tertinggi sejak Juni 2024. Sementara itu, inflasi inti tercatat 3,3% (yoy) pada Januari 2025 atau naik dibandingkan Desember 2024 yang tercatat 3,2%.
Inflasi jauh di atas ekspektasi yakni 0,3 (mtm) dan 2,9% (yoy).
Kenaikan inflasi dipicu oleh meningkatnya harga energi dan pangan, terutama telur. Harga telur melonjak 53% setahun dan 15,2% sebulan karena terjadi kekurangan yang meluas akibat wabah flu burung yang mematikan.
Dengan adanya lonjakan inflasi maka harapan pelaku pasar untuk melihat pelonggaran suku bunga secara signifikan akan sirna. Inflasi merupakan pertimbangan utama bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga.
"Mimpi buruk mengenai inflasi belum berakhir untuk konsumen, bisnis, dan investor. Mungkin ada faktor musiman yang mendorong harga naik lebih cepat pada Januari. Ini jelas berita untuk pejabat The Federal Reserve,"," kata Chris Rupkey, kepala ekonom di FwdBonds, kepada CNBC International.
Senada dengan itu, testimoni Powell juga menunjukkan sinyal hati-hati bahwa laju cut rate tahun ini akan melambat.
Chairman bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jeriime Powell menyampaikan testimoni tahunan di depan Komite Layanan Keuangan DPR pada Rabu waktu AS. Powell mengatakan bahwa data CPI terbaru menunjukkan kemajuan tetapi masih di bawah target kisaran 2%.
"Kami ingin menjaga kebijakan yang restriktif untuk saat ini," ujar Powell, dikutip dari CNN Business.
Dia juga kembali menegaskan jika The Fed tidak terburu-buru untuk melakukan pemotongan suku bunga lebih lanjut.
Pernyataan Powell ini mengindikasikan jika pelonggaran The Fed akan terbatas. The Fed memutuskan menahan suku bunga di 4,25-4,50% pada Januari 2025 setelah sebelumnya membabat suku bunganya tiga kali beruntun pada tahun lalu secara berturut-turut yakni pada September (50 bps), November (25 bps), dan Desember (25 bps).
Pelaku pasar kini melihat pemangkasan suku bunga kemungkinan tidak akan terjadi sampai setidaknya September, jika memang ada pemotongan tahun ini. Ekspektasi ini sudah jauh bergeser dari sebelumnya di Juni.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah masih terpantau konsolidasi meskipun kemarin Rabu sudah mulai menguat tipis.
Bisa dicermari support terdekat di Rp16.220 sebagai area penguatan terdekat yang diambil dari low candle intraday 5 Februari 2025.
Sementara, untuk area antisipasi bisa dicermati posisi resistance di Rp16.460 jika ada pelemahan lanjutan yang didapatkan dari high candle intraday pada 3 Februari 2025.
Foto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini:
Video: IHSG Anjlok Tajam Hingga Rupiah Melemah ke Rp16.300-an Per USD
Next Article Rupiah Menguat Tipis, Harga Dolar Sempat Sentuh Rp15.900