Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa kondisi bisa membuat pengguna pinjol atau pinjaman daring (pindar) kesulitan untuk membayar cicilan. Daripada gagal bayar, ternyata borrower fintech lending bisa mengajukan restrukturisasi pinjaman.
Restrukturisasi merupakan proses mengubah ketentuan pembayaran utang antara peminjam dan pemberi pinjaman. Tujuannya adalah untuk membantu peminjam yang kesulitan membayar utangnya.
Restrukturisasi kredit yang biasa dilakukan perbankan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya, memperpanjang jangka waktu pembayaran, Menurunkan suku bunga, Mengurangi jumlah pokok pinjaman, Mengurangi tunggakan bunga, Menghapus denda.
Namun, skema pinjaman di peer to peer lending (P2P) berbeda dengan perbankan. Karena sumber dana bukan dari platform, maka penyedia aplikasi pindar tidak bisa berinisiatif memberi restrukturisasi ke peminjam.
Untuk itu, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Ahmad Nasrullah mengatakan, pihaknya telah menggodok aturan terkait restrukturisasi ini.
"Jadi nanti kita fasilitasi melalui Rabat Umum Pemberi Dana. Jadi mereka (para lender) nanti diskusi lah," ungkap Nasrullah dalam media briefing OJK, Selasa, (21/1/2025).
Meski demikian, skema ini baru tersedia bagi pinjaman yang bersifat konsorsium, alias bagi satu borrower yang mendapat dana dari banyak lender. Mesti diingat, skema pinjaman P2P lending juga ada yang terdiri dari satu lender ke banyak borrower.
Nasrullah berharap, ketika nanti ada borrower yang mengalami pembiayaan macet, pinjaman fintech lendingnya bisa direstrukturisasi melalui Rapat Umum Pemberi Dana ini.
Dalam surat edaran (SE) OJK no. 1/SEOJK.06/2024, tertulis bahwa pelaku usaha Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) mesti melampirkan Laporan restrukturisasi pendanaan ketika adanya akad perjanjian restrukturisasi berupa kesepakatan antara Lender dan Borrower untuk transaksi restrukturisasi pendanaan.
"Di dalam laporan ini memuat informasi kode pendanaan utama (sebelum restrukturisasi) dan kode pendanaan baru yang tercatat di laporan ini, serta periode, tenor, outstanding dan jumlah cicilan restrukturisasi yang disepakati," ungkap SE OJK tersebut.
Lebih lanjut, Nasrullah mengatakan, lender fintech lending berhak, namun tak wajib, untuk melakukan pengalihan risiko pendanaannya kepada perusahaan asuransi. Hal ini telah diatur dalam SE OJK No. 19 SEOJK.06/2023.
"Penggunaan mekanisme asuransi atau penjaminan merupakan kesepakatan antara lender dan perusahaan asuransi atau perusahaan penjaminan," terangnya.
Sebagai informasi, OJK mencatat outstanding pembiayaan pinjaman daring per November 2024 mencapai Rp75,60 triliun. Pencapaian ini tumbuh sebesar 27,32% secara tahunan (year on year).
Sementara itu, tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) naik ke angka 2,52% pada November 2025. Sebelumnya, TWP90 pada Oktober 2024 tercatat sebesar 2,37%.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Buka-bukaan OJK Jurus Majukan Bisnis Pindar Hingga Bulion
Next Article Akibat Pinjol, Banyak Perempuan Terdampak KDRT Hingga 'Femisida'